CAPOEIRA, TRAVELLING, STUDY AND LOVE

My LIfe My Adventure

Monday, May 21, 2012

KINERJA BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK


KINERJA BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK
Oleh:
Gud Reacht Hayat Padje
Abul Haris Suryo Negoro
Fitrio Dani Nurhadi

A.     Pengantar
Ø      Buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India.
Ø      Di tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan orang terdekat.
Ø      Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC juga berpendapat, sebagian besar negara di kawasan Asia masih perlu menekan hambatan birokrasi (red tape barriers). Mereka juga mencatat beberapa kemajuan, terutama dengan tekanan terhadap birokrasi untuk melakukan reformasi.
Ø      Reformasi menurut temuan PERC terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Korea Selatan. Peringkat Thailand dan Korea Selatan tahun 2000 membaik, meskipun di bawah rata-rata, yakni masing-masing 6,5 dan 7,5 dari tahun lalu yang 8,14 dan 8,7. Tahun lalu (1999), hasil penelitian PERC menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,91 untuk korupsi dan 9,09 untuk kroniisme dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk.

B.     Konsep Kebijakan
            Informasi mengenai kinerja birokrasi publik terjadi karena kinerja belum dianggap sebagai suatu hal yang penting oleh penierintah. Tidak tersedianya informasi mengenai indikator kinerja birokrasi publik menjadi bukti dan ketidakseriusan pemerintah untuk menjadikan kinerja pelayanan publik sebagai agenda kebijakan yang penting. Kinerja pejabat birokrasi tidak pernah menjadi pertimbangan yang penting dalam mempromosikan pejabat birokrasi. Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) yang selama ini dipergunakan untuk menilai kinerja pejabat birokrasi sangat jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja yang sebenarnya. Akibatnya, para pejabat birokrasi tidak memiliki insentif untuk menunjukkan kinerja sehingga kinerja birokrasi cenderung menjadi amat rendah.
            Pemerintah terhadap birokrasi seringkali tidak ada hubungannya dengan kinerJà birokasinya. misalnya, dalam rnenentukan anggaran birokrasinya, pemerintah sama sekali idak mengaitkan anggaran dengan kinerja birokrasi. Anggaran birokrasi publik selama ini lebih didasarkan atas input, bukan cutput. Anggaran yang ditcrima oleh sebuah birokrasi publik lebih ditentukan oleh kebutuhan, bukan oleh hasil yangakan diberikan oleh birokrasi itu pada masyarakatnya. Akibatnya, dorongan untuk mewujudkan hasil dan kinerja cenderung rendah dalam kehidupan birokrasi publik.
Karena anggaran sening menjadi driving force dari perilaku birokrasi dan para pejabatnya, mengaitkan anggaran yang ditçnirna oleh sebuah birokrasi publik dengan hasil atau kinerja bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong perbaikan kinerja birokrasi publik. Para pejabat birokrasi yang ingin memperoleh anggaran yang besar menjadi terdorong untuk menunjukkan kmerja yang balk. Kalau ini dapat dilakukan, data dan informasi mengenai kinerja birokrasi publik niscaya akan tersedia sehingga penilaian kinerja birokrasi publik juga menjadi lebih mudah dilakukan.
Faktor lain yang menyebabkan terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik adalah kompleksitas indikator kinerja yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik. Berbeda dengan swasta yang indikator kinerjanya relatif sederhana dan tersedia di pasar, indikator kinerja birokrasi sering sangat kompleks. Hal ini terjadi karena birokrasi publik memiliki stakeholders yang sangat banyak dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Perusahaan bisnis memiliki stakeholders yang jauh lebih sedikit, pemilik dan konsumen, dan kepentingannya relatif mudah dintegrasikan. Kepentingan utarna peinilik perusahaan ialah selalu memperoleh keuntungan, sedarigkan kepentingait utama konsuuen biasanya adalait kualitas produk dan harga yang terjangkau. Stakeholders dan birokrasi publik, seperti masyarakat pengguna jasa, aktivis sosial dan partai, wartawan, dan para penggusaha sering berkepentingan berbeda-beda dan berusaha mendesakkan kepentingannya agar diperhatikan oleh birokrasi publik. Penilaian kinerja birokrasi publik karenanya cenderung menjadi jauh lebih kompleks dan sulit dilakukan daripada di perusahaan bisnis.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi dan efektivitias, tetapi harus dilihat juga dan indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dan sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap memberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan. Kesulitan lain dalam menilai kinerja birokrasi publik muncul karena tujuan dan misi birokrasi publik seringkali bukan hanya sangat kabur, tetapi jugabersifat multidimensional. Kenyataan bahwa birokrasi publik mernilild stakeholders yang banyak dan meinilild kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat birokrasi publik mengalaini kesulitan untuk merumuskan inisi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholders juga berbedabeda. Namun, ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik (Dwiyanto, 1995), yaitu sebagai berikut.



1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahaini sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.
2. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan organisasi publik. Dengan deinikian, kepuasaan masyarakat terh.dap Lyanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dan media massa atau diskusi pubilk. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kcbutuhan dan azpirasi.

Kumorotorno (1996) menggunakan beberapa kriteria untuk dijddikan pedoman dalam menilai kirerja organisasi pelayanan publik, antara lam, adalah berikut ini.
1. Efisiensi
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secar objektif, kriteria. seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.
2. Efektivitas
Apakah tujuan dan didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan
keadilan mempertanyakan distnibusi dan alokasi layanan yang diselenggarakanoieh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang mnyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
4. DayaTanggap
Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan awasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagan diri daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap.
            Salim & Woodward (1992) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan persamaan pelayanan. Aspek ekonorni alam kinerja diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang senunimal mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik/proporsional antara input pelayanan dengan output pelayanan. Deinikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan. Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu ventuk pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.
            Zeithaini, Parasuraman, dan Berry (1990) mengemukakan bahwa kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator yang sifatnya fisik. Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui aspek fisik pelayanan yang diberikan, seperti tersedianya gedung pelayanan yang representatif, fasilitas pelayanan berupa televisi, ruang tunggu yang nyaman, peralatan pendukung yang memiliki teknologi canggih, niisalnya komputer, penampilan aparat yang menarik di mata pengguna jasa, seperti seragam dan aksesoris, serta berbagai fasilitas kantor pelayanan yang memudahkan akses pelayanan bagi masyarakat.
            Berbagai perspektif dalam melihat kinerja pelayanan publik di atas memperlihatkan bahwa indikator-indikator yang dipergunakan untuk menyusun kinerja pelayanan publik ternyata sangat bervariasi. Secara garis besar, berbagai parameter yang dipergunakan untuk melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokkan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat kinerja pelayanan publik dan perspektif pemberi layanan, dan pendekatan kedua melihat kinerja pelayanan publik dan perspektif pengguna jasa. Pembagian pendekatan atau perspektif dalam nielihat kinerja pelayanan publik tersebut hendaknya tidak dilihat secara diametrik, melainkan tetap dipahami sebagai suatu sudut pandang yang saling berinteraksi di antara keduanya; Hal tersebut disebabkan dalam melihat persoalan kinerja pelayanan publik, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhinya secara timbal balik, terutama pengaruh interaksi lingkungan yang dapat mempengaruhi cara pandang birokrasi terhadap publik, demikian pula sebaliknya.
            Dalam konteks kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 81 lahun 1995 telah memberikan berbagai rambu-rambu pemberian pelayanan kepada birokrasi publik secara baik. Berbagai prmsip pelayanan, seperti kesederhanaan, kejelasan, kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonoinis, dan keadilan yang merata merupakan prinsip-prinsip pelayanan yang harus diakomodasi dalam pemberian pelayanan publik di Indonesia. Prinsip kesederhanaan, misalnya, mempunyai maksud banwa prosedur atau tata cara pemberian pelayanan publik harus didesain sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat menjadi mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
Perkembangan lingkungan global juga telah memberikan andil yang besar kepada birokrasi untuk semakin meningkatkan daya saing dalam kerangka pasar bebas dan tuntutan globatisasi. Birokrasi publik dituntut harus mampu memberikan pelayanan yang sebaik mungkin, baik kepada publik maupun kepada investor dari negara lain. Salah satu strategi untuk merespons perkembangan global tersebut adalah dengan meningkatkan kapasitas birokrasi dalam pemberian pelayanan, publik. Penerapan strategi yang mengintegrasikan pendekatan kultural dan struktural ke dalam sistem pelayanan birokrasi, yang disebut dengan Total Quality Management (TQM), dapat dilakukan untuk semakin meningkatkan produktivitas dan perbaikan pelayanan birokrasi.
Perbaikan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik menjadi isu yang semakin penting untuk segera mendapatkan perhatian dan semua pihak. Birokrasi yang memiliki kinerja buruk dalam me’nberikan pelaydnan kepada publik akan sangat mempengaruhi kinerja pemerintah dan masyarakat secara keseluruan dalam rangka meningkatkan daya saing suatu negara pada era global. Birokrasi pelayanan publik di Indonesia, berdasarkan laporan dan The World Competitiveness Yearbook tahun 1999 berada pada kelompok negara-negara yang memiliki indeks competitiveness paling rendah di antara 100 negara paling kompetitif di dunia (Cullen & Cushman, 2000: 15) semakin buruk dan semakin korup karena dengan semakin besarnya skor yang dimiliki, semakin buruk kualitas birokrasi di suatu negara. Birokrasi di Indonesia dalam tahun 2001 hanya lehih baik dibandingkan dengan India dan Vietnam. Dan kacamata iklim bisnis secara keseluruhan, dengan mmperhatikan faktor sistemik, sosio-politik, lingkungan, pasar, dan dinamika perekonomian, Indonesia bahkan berada pada posisi paling bawah dalam indeks bisnis. Hal tersebut berarti bahwa Indonesi menjadi negara yang paling tidak menarik untuk tujuan melakukan investasi.
Kinerja birokrasi sebenarnya  dapat dilihat melalui berbagai dimensi, seperti dimensi akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, responsivitas, maupun responsibiltas. Berbagai literatur yang membahas kinerja birokrasi pada dasarnya memiliki kesamaan substansial yakni untuk meihat seberapa jauh tingkat pencapaian hasil yang telah dilakukan oleh birokrasi pelayanan. Kinerja itu merupakan suatu konsep yang disusun dan berbagai indikator yang sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penggunaannya.
            Perspektif yang digunakan oleh birokrasi sebagai pemberi layanan merupakn perspektif yang sebenarnya berasal dan pendekatan birokrasi yang cenderung menempatkan diri sebagai regulator danipada sebagai pelayan. Kineqa birokrasi pada awálrwa banyak dipahanii oleh kalangan birokrasi hanya dan aspek responsibilitas, yakni sejauh mana pelayanan yang diherikan telah sesuai dengan aturan formal yang diterapkan. Pemberian pelayanan yang telah menunjuk kepada aturan formal dianggap telah memenuhi sendi-sendi pelayanan yang baik dan aparat pelayanan dianggap telah konsisten dalam menerapkan aturan hukum pelayanan. Sulit untuk menelusuri lebih jauh, apakah penerapan prinsip tersebut telah membawa implikasi kepada kultur birokrasi pelayanan di Indonesia yang tidak dapat melakukan inisiatif dan inovasi pelayanan.

C.     Akuntabilitas
            Akuntabilitas dalam penvelenggaraan pelavanan publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan beberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang diiniliki oleh para stakeholders. Nilai dan norma pelayanan yang herkembang dalam masyarakat tersebut di antaranya meliputi transparansi pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi manusia, dan orentasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat pengguna jasa.
            Akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalampenelitian dilihat melalui indikator-indikator kinerja yang meliputi: (1) acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses penyelenggraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap masyarakat pengguna jasa; (2) tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan; dan (3) dalam menjalankan tugas pelayanan, seberapa jauh kepentingan pengguna jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi.
            Aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik seringkali masih menerapkan standar nilai atau norma pelayanan secara sepihak, seperti pemberian pelayanan yang hanya berdasarkan pada juklak (petunjuk dan pelaksanaan) sehingga kecenderungan yang terjadi adalah lemahnya komitmen aparat birokrasi untuk akuntabel terhadap masyarakat yang dilayaninya. Salah satu faktor penyebab yang menjadikan rendahnya tingkat akuntabilitas birokrasi adalah terlalu amanya proses indoktrinasi kultur birokrasi yang mengarahkan aparat birokrasi i.mtuk selalu melihat ke atas. Selama ini aparat birokrasi telah terbiasa lebih mementingkan kepentingan pimpinan daripada kepentingan masyarakat pengguna jasa. Birokrasi tidak pernah merasa bertanggung jawab kepada publik, melainkan bertanggung jawab kepada pimpinan atau atasannya.
            Pemberian pelayanan yang memakan proses dan prosedur panjang, seperti yang terjadi di Unit Pelayanan Terpadu, juga menjadi indikasi masih rendahnya akuntabiltas dan birokrasi pelayanan yang ada. Keberadaan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) sebagai unit pelayanan yang pada awalya dirancang untuk memudahkan pelayanan masyarakat, pada kenyataannya justru cenderung memperpanjang proses dan prosedur pelayanan. Meskipun demikian, keberadaannya masih tetap dipertahankan karena merupakan program dari Pemerintah Pusat. Seorang aparat birokrasi pada kantor Dmas Tata Kota mengakui telah terjadinya ketidakefektifan sistem pelayanan di UPTSA. Rendahnya akuntabilitas pemberian pelayanan publik oleh birokrasi dapat dilihat juga dan banyaknya kasus yang dialami oleh masyarakat pengguna jasa. Masalah prosedur pelayanan yang banyak merugikan masyarakat pengguna jasa, terutama masalah transparansi persyaratan yang diperlukan, merupakan kasus-kasus pelayanan yang banyak mencuat
            Transparansi informasi birokrasi dalam pemberian pelayanan publik masih tetap menjadi isu yang penting bagi upaya ke arah perbaikan kinerja birokrasi pemerintah. Tindakan untuk melakukan reformasi birokrasi terutama diarahkan pada upaya untuk peningkatan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas birokrasi (Lubis, 2001). Transparansi dalam birokrasi dapat memberikan implikasi pada meningkatnya tingkat korupsi di dalam birokrasi, tetapi reformasi tetap dilakukan di semua tingkatan birokrasi. Apabila reformasi dilakukan pada tingkat birokrasi pusat saja, hal tersebut justru hanya akan memindahkan korupsi dan birokrasi pusat ke birokrasi yang ada di daerah. Acuan pelayanan yang digunakan oleh aparat birokrasi juga dapat menunjukkan tingkat akuntabilitas pemberian pelayanan publik. Acuan pelayanan yang dianggap paling penting oleh birokrasi dapat merefleksikan pola pelayanan yang dipergunakan. Pola pelayanan yang akuntabel adalah pola pelayanan yang mengacu pada kepuasan publik sebagai pengguna jasa. Birokrasi pelayanan di ketiga daerah ternyata masih menjadikan aturan dan petunjuk pimpinan sebagai acuan utama pemberian pelayanan. Birokrasi bahkan terlihat belum sepenuhnya mengerti dan memahami eksistensi birokrasi yang tetap tergantung pada publik.
            Kesadaran aparat birokrasi tentang eksistensi publik yang dapat dipengaruhi eksistensi birokrasi juga masih sangat rendah. Persepsi di kalangan aparat birokrasi yang selalu menempatkan diri (superior) terhadap publik sehingga menimbulkan sifat arogansi aparat birokrasi masih sangat dominan terlihat. Hasil temuan lapangan bahwa ini dapat memperlihatkan masih kuatnya kecenderungan orientasi pemberian pelayanan yang belum bersandar pada uasan masyarakat menunjukkan bahwa budaya ‘minta petunjuk atasan’ masih cenderung dijadikan referensi atau lebih dipentingkan pada melakukan pelayanan yang memuaskan masyarakat pengguna . Acuan pelayanan birokrasi di ketiga daerah yang masih menempatkan pimpinan dan aturan sebagai sentral pelayanan membuktikan bahwa kultur atau corak birokrasi patrimonial masih  mewarnai birokrasi dalam memberikan pelayanan publik. Aparat pelayanan yang bertindak atas dasar prinsip peraturan menjadi bersikap kaku dan tidak mendorong lahirnya kreativitas dalam pemberian layanan. Pelaksanaan pelayanan publik seharusnya bertitik tolak dari misi dan visi pelayanan agar dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat.

D.    Responsivitas
            Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk rnengenal kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-progrm pelayanan sesuai dcngan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokasi lerhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pebyanan serta mengembangkan program-program pelayan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Dilulio, 1991). Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga (Osborne & Plastrik, 1997).
            Dalam operasionalisasinya, responsivitas pelayanan publik dijabarkan menjadi beberapa indikator, seperti meliputi (1) terdapat tidaknya keluhan dan pengguna jasa selama satu tahun terakhir; (2) sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan dan pengguna jasa; (3) penggnaan keluhan dan pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang (4) berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta (5) penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku. Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna jasa merupakan indikator pelayanan yang memperlihatkan bahwa produk pelayanan yang selama ini dihasilkan oleh birokrasi belum dapat memenuhi harapan pengguna layanan.
            Responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak disebabkan oleh belum adanya pengembangan komunikasi eksternal secara nyata oleh jajaran birokrasi pelayanan. Indikasi nyata dari belum dikembangkannya komunikasi eksternal secara efektif oleh birokrasi terlihat pada masih besarnya gap pelayanan yang terjadi. Gap pelayanan yang terjadi merupakan gambaran pelayanan yang memperlihatkan hahwa belum ditemukan kesamaan persepsi antara harapan pengguna jasa dan pemberi layanan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Aparat birokrasi pelayanan di ketiga daerah penelitian terlihat masih membuka jurang komunikasi yang lebar dengan masyarakat pcngguna jasa. Tidak transparannya aparat birokrasi pelayanan pertanahan, misalnya, merupakan salah satu indikasi belum adanya pengembangan komunikasi eksternal di kalangan aparat birokrasi dengan rnasyarakat pengguna jasa. Tidak transparannya komunikasi dan birokrasi yang menyangkut pemberian pelayanan menyebabkan pihak masyarakat pengguna jasa selalu berada pada posisi yang dimikan.
            Tidak adanya transparansi informasi dari birokrasi tersebut membuat banyak masyarakat pengguna jasa mengalami frustasi. Kornunikasi yang tidak efektif yang selama ini masih dikembangkan oleh birokrasi menunjukkan bahwa birokrasi belum mempunyai kesadaran untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa. Responsivitas pemberian pelayanan publik salah satunya diukur melalui keterbukaan informasi dan seberapa jauh interaksi komunikasi yang terjalin antara birokrasi sebagai pemberi layanan dengan masyarakat pengguna jasa. Kasus di atas memperlihatkan gambaran bahwa masyarakat pengguna jasa seringkali belum mempunyai akses terhadap informasi pelayanan yang dibutuhkan, demikian pula kecenderungan aparat birokrasi justru terkesan menyembunyikan informasi kepada masyarakat. Dalam iklim komunikasi pelayanan yng tertutup seperti ini, sangat sulit untuk dapat mewujudkan responsivitas aparat birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan kepada publik.

E.     Orientasi pada Pelayanan
            Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dirmanfaatkan untuk penyelenggaraan pelayanan publik. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dan besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif didayagunakan untuk melayani kepentingan pelayanan. Idealisnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikat untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa. Kemampuan dan sumber daya aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan dapat dicapai. Contohnya, antara lain, adalah masalah penyediaan waktu kerja aparat yang benar-benar berorientasi pada pemberian pelayanan kepada masyarakat. Aparat birokrasi yang ideal adalah aparat birokrasi yang tidak dibebani oleh tugas-tugas kantor lain di luar tugas pelayanan kepada masyarakat. Aparat pelayanan yang ideal juga seharusnya tidak memiliki kegiatan atau pekerjaan lain seperti pekerjaan sambilan di luar pekerjaan kantor yang dapat mengganggu tugas-tugas penyelenggaraan pelayanan. Kinerja pelayanan aparat birokrasi akan dapat maksimal apabila bila semua waktu dan konsentrasi aparat benar-benar tercurah untuk melayani masyarakat pengguna jasa.
            Kondisi pelayanan yang ideal di atas dalam realitasnya sangat sulit untuk diwujudkan dalam birokrasi. Ketidakjelasan pembagian wewenang, inkonsistensi pembagian kerja, serta sikap pimpinan kantor yang sewenang-wenang memberikan tugas kepada aparat bawahan tanpa memperhitungkan aspek sifat pekerjaan, urgensi pekerjaan, dan dampak pemberian tugas terhadap kualitas pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan beberapa fakta penyebab sulitnya aparat birokrasi berkonsentrasi secara penuh pada tugas-tugas pelayanan masyarakat. Aparat birokrasi seringkali meninggalkan tugas pelayanan dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk tugas-tugas lain di luar tugas pelayanan. Kondisi tersebut membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi terganggu. Masih seringnya aparat birokrasi meninggalkan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat, erat kaitannya dengan adanya tugas-tugas tambahan yang dibebankan oleh pimpinan kepada aparat pada tingkat bawah yang menjalankan tugas pelayanan langsung kepada masyarakat. Hal tersebut sangat sering menimpa aparat birokrasi di tingkat desa, kelurahan, atau kecamatan yang merupakan tingkatan pemerintahan terendah yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Aparat pelayanan seringkali diperintahkan oleh pimpinan kantor desa atau kecamatan untuk menghadiri kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, scperti mewakili camat atau lurah melayat warga yang meninggal dunia, ikut serta dalam kegiatan posyandu, safari KB, pertemuan RW, atau pertemuan rapat warga lainnya, yang dilakukan pada saat jam pelayanan.
            Penugasan aparat untuk dinas luar oleh pihak pimpinan kantor pada saat jam pelayanan masih seringkali ditemukan di beberapa kantor pelayanan baik di lingkungan kantor pelayanan desa, kecamatan, kantor pertanahan maupun kantor pelayanan perizinan. Kegiatan dinas luar yang seringkali dilakukan oleh aparat birokrasi adalah melakukan kegiatan peninjauan suatu kegiatan atau membantu pekerjaan dan seksi lainnya. Banyak ditemukan aparat pelayanan yang membantu tugas-tugas dari seksi atau bagian lainnya sehingga tugas pokoknya menjadi terbengkalai, seperti seorang kepala seksi pelayanan harus ikut dalam kegiatan penataan arsip, mengurusi surat menyurat, menjaga dan menerima telepon kantor, atau bahkan penyelenggaraan pasar murah atau sekaten. Tugas-tugas tersebut belum termasuk tugas-tugas untuk kepentingan pribadi yang diberikan oleh pimpinan, seperti mengerjakan tugas-tugas kantor yang seharusnya menjadi bagian tugas pimpinan, menemani tamu kantor atau tamu pimpinan, menyampaikan suatu surat pembenitahuan ke kantor-kantor kelurahan, atau mewakili camat keliling kecamatan untuk memantau dan melakukan pembinaan kepada masyarakat. Pada akhirnya ketidakberadaan petugas pelayanan menyebabkan pemberian pelayanan terhadap pengguna jasa menjadi lambat sehingga kinerja pelayanan publik menjadi buruk.
            Alasan yang seringkali dikemukakan oleh pimpinan kantor untuk menugaskan aparat pelayanan mengerjakan tugas lain pada saat-saat jam pelayanan adalah karena terbatasnya jumlah personil aparat pelayanan. Para pimpinan kantor, sebagaimana yang seringkali diungkapkan oleh para aparat, seringkali menggunakan alasan “pokokke endi sing selo”, atau pokoknya siapa saja aparat yang dianggap memiliki waktu luang, maka akan ditugaskan untuk dinas luar. Manajemen pembagian tugas dan sebagian besar pimpinan birokrasi yang belum mencerminkan gaya seorang manajer tersebut menjadikan pola pembagian tugas dalam birokrasi antara urusan adimnistratif, tugas pimpinan, dan tugas pelayanan menjadi bercampur. Pimpinan birokrasi seningKali belwn dapat membedakan antara tugas pnibadi pimpinan, tugas pimpinan kantor yang tidak dapat diwakilkan kepada bawahan, dan tugas pelayanan masyarakat dan aparat pelayanan sehingga seningkali menyebabkan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat cenderung dapat dikalahkan oleh kepentingan pribadi pimpinan atau tugas-tuas pimpinan lainnya. pada sisi output pelayanan, birokrasi secara ideal harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama dan aspek biaya dan waktu pelayanan. Efisinsi pada sisi input dipergunakan untuk melihat seberapa jauh kemudahan akses publik terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan. Akses publik terhadap pelayanan dipandang efisien apabila publik memiliki jaininan atau kepastian menyangkut biaya pelayanan. Kepastian biaya pelayanan yang hams dike1irkan oleh publik merupakan indikator penting untuk melihat intensitas korupsi dalam sistem layanan birokrasi. Birokrasi pelayanan publik yang korup akan ditandaj oleh besarnya biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa dalam mengakses layanan. Publik, dengan demikian, harus mengeluarkan baya ekstra untuk dapat memperoleh pelayanan yang terbaik dan birokrasi, padahal secara prinsip seharusnya pelayanan terbaik harus dapat dinikmati oleh publik secara keseluruhan. Demikian pula efisiensi pelayanan dan sisi output, dipergunakan untuk melihat pemberian produk pelayanan oleh birokrasi tanpa disertai adanya tindakan pemaksaan kepada publik untuk mengeluarkan biaya ekstra pelayanan, seperti suap, sumbangan sukarela, dan berbagai pungutan dalam proses pelayanan yang sedang berlangsung. Dalam kultur pelayanan birokrasj di Indonesia, telah lama dikenal istilah ‘tahu sania taint’, yang berarti adanya toleransi dan pihak aparat birokrasi maupun masyarakat pengguna jasa untuk menggunakan mekanisme suap dan mendapatkan pelayanan yang terbaik.
            Kecenderungan aparat birokrasi untuk menerima pemberian uang dan masyarakat pengguna jasa tersebut disebabkan masih adanva budaya upeti dalam sistem pelayanan publik di Indonesia. Budaya pelayanan yang dikembangkan semenjak masa birokrasi keraiaan tersebut pada dasarnya menempatkan aparat birokrasi sebagai pihak yang harus dilayani oleh masyarakat, pelayanan yang hams dilakukan oleh masyarakat tersebut ialah dalam rangka memperoleh patron di dalam birokrasi yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk membangun akses ke birokrasi. Mekanisme pemberian hiaya ekstra dalam praktik pelayanan birokrasi sesungguhnya memperlihatkan berbagai faktor yang sangat kompleks, seperti menyangkut masalah kultur psikologis, sistem pelayanan, mekanisme pengawasan, serta mentalitas aparat maupun pengguna jasa sendiri.
            Praktik pelayanan dengan membenikan uang ekstra kepada apara birokrasi tersebut telah menjadi suatu kebiasaan umum di lingkunga birokrasi. Aparat birokrasi xnenjadi terbiasa dalam budaya pelayana yang mengharapkan adanya pemberian uang dan masyarakat. Apabila dalam memberikan pelayanan pengguna jasa tidak memberikan imbalan dalam bentuk uang ekstra tersebut, biasanya aparat dalarn bckcrja terkesan ogah-ogahan atau seenaknya sendiri. Sebaliknya, semakin besar jmbalan yang diberikan masyarakat pengguna jasa akan semakin memacu motivasi keqa aparat dalam melayani masyarakat pengguna jasa tersebut. Selain ditinjau dan segi biaya, efisensi pelayanan publik juga ditinjau dan scgi waktu pelayanan. Keluhan yang dialami oleh pengguna jasa menyangkut waktu pelayanan adalah ketidakjelasan waktu pelayanan. Sebenarnya banyak pengguna jasa yang tidak berkeberatan untuk membayar mahal kalau jelas perinciannya untuk keperluan apa, dan berapa lama waktu yang diperlukan. Akan tetapi, waktu yang diperlukan untuk mengurus pelayanan publik sangat tidak jelas. Urusan yang sama sangat mungkin membutuhkan biaya dan waktu yang jauh berbeda.
            Menurut petugas pelayanan, lamanya pemberian pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa disebabkan adanya kendala internal dan eksternal. Kendala iiLternal meliputi pealatan pendukung yang tidak memadai, kualitas SDM rendah, dan koordinasi antarunit. Selain itu, faktor kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah semakin menghambat pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kualitas SDM yang rendah tersebut ditandai dengan ketidakmampuan petugas memberikan solusi kepada customer atau yang lebih dikenal dengan melakukan tindakan diskresi. Faktor rendahnya pendidikan para petugas pelayanan mempengaruhi peinikiran mereka bahwa semua keputusan harus berasal dan atasan dan harus berpegang teguh kepada juklak/juknis sehingga ketika seorang pengguna jasa memerlukan pelayanan yang cepat, aparat tidak mampu mcmenuhinya karena harus menunggu instruksi atasan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan pelayanan publik menjadi memerlukan waktu pelayanan yang relatif lebih lama. Koordinasi antarunit seringkali menghambat pemberian pelayanan karena waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Kendala lain yang dihadapi adalah kendala eksternal yaitu kendala yang disebabkan oleh pengguna jasa itu sendiri seperti ketidaklengkapan dokumen, pengguna jasa tidak kooperatif dan ketiadaan koordinasi antarinstansi seperti dari kelurahan ke kecamatan. Masalah ketidaklengkapan persyaratan/dokumen yang harus dilengkapi oleh pengguna jasa seringkali membuat aparat menolak memberikan pelayanan. Pengguna jasa disarankan untuk melengkapinya terlebih dahulu. Di sini yang menjadi persoalan adalah ketika lokasi tempat tinggal seorang pengguna jasa jauh dan instansi tersebut dan masalah kesibukan pengguna jasa membuat penyelesaian urusan menjadi lebih lama. Hal tersebut diakui oleh aparat sebagai penyebab utama kelambatan, tetapi jarang sekali aparat yang mempunyai inisiatif untuk tetap memproses berkas-berkas urusan tersebut dan kekurangan persyaratan dilengkapi kemudian. Bagi aparat, apabila tetap diproses, akan menyulitkan kerja mereka sendiri. Pengguna jasa juga seringkali tidak kooperatif maksudnya yaitu bahwa kadangkala pengguna jasa menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan urusannya meskipun melanggar peraturan.
            Kinerja Pelayanan Publik menghasilkan kesimpulan mengenai rçndahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Pada hakikatnya, pelayanan publik dirancang dan diselenggarakan antuk memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna jasa. Namun, persepsi antara masyarakat penggun jasa dan aparat birokrasi mengenai kualitas pelayanan publik yang efisien, transparan, pasti dan adil belum berhasil diwujudkan. Sebagai penyelenggara pelayanan publik, birokrasi pemerintah gagal dalam merespons dinamika politik dan ekonomi sehingga pelayanan publik cenderung menjadi tidak efisien dan tidak responsif. Bahkan, berbagai bentuk patologi birokrasi telah berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Akibatnya, muncul banyak praktik KKN dalam penyelenggaraan pelayanan yang amat merugikan masyarakat pengguna jasa. Kinerja pelayanan publik yang buruk ini adalah hasil dan kompleksitas permasalahan yang ada di tubuh birokrasi Indonesia

F.      Penutup
Ø  Perlu dibangun birokrasi berkultur dan struktur rasional-egaliter, bukan irasional-hirarkis. Caranya dengan pelatihan untuk menghargai penggunaan nalar sehat dan mengunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Perlunya memiliki semangat pioner, bukan memelihara budaya minta petunjuk dari atasan. Perlu dibiasakan mencari cara-cara baru yang praktis untuk pelayanan publik, inisiatif, antisipatif dan proaktif, cerdas membaca keadaan kebutuhan publik, memandang semua orang sederajat di muka hukum, menghargai prinsip kesederajatan kemanusian, setiap orang yang berurusan diperlakukan dengan sama pentingnya.
Ø  Birokrasi yang propartisipan-outonomus bukan komando-hirarkis. Birokrasi Indonesia ke depan perlu mendukung dan melakukan peran pemberdayaan dan memerdekakan masyarakat untuk berkarya dan berkreatifitas. Perlu dikurangi kadar pengawasan dan represi terhadap hak ekspresi masyarakat. Perlu ditinggalkan cara-cara penguasaan masyarakat lewat kooptasi kelembagaan dan dihindari sikap dominasi.
Ø  Birokrasi bertindak profesional terhadap publik. Berperan menjadi pelayan masyarakat (public servent). Dalam memberikan pelayanan ada transparansi biaya dan tidak terjadi pungutan liar. PNS perleu memberikan informasi dan transparansi sebagai hak masyarakat dan bisa dimintai pertanggungjawabannya (public accountibility) lewat dengar pendapat (hearing) dengan legislatif atau kelompok kepentingan yang datang. Melakukan pemberdayaan publik dan mendukung terbangunnya proses demokratisasi.
Ø  Birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melayani publik secara kompetitif, bukan minta dilayani atau membebani masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidakpedulian.
Ø  Birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya manusianya melalui seleksi fit and proper test, bukan mengangkat staf atau pimpinan karena alasan kolusi dan nepotisme. Birokrasi yang memberikan reward merit system (memberikan penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaian prestasi) bukan spoil system (hubungan kerja yang kolutif, diskriminatif dan kurang mendidik, pola reward dan punishment kurang berjalan).

Kewirausahaan


Ringkasan Proyek

A. MANAJEMEN
  1. Nama Perusahaan                                 : EMPING RASA USAHA     
  2. Nama Pemilik/Pimpinan Perusahaan : Valinda   
  3. Bidang Usaha                                       : Makanan Ringan
  4. Jumlah Karyawan/Tenaga Kerja           : 15

B. PEMASARAN
  1. Produk yang Dipasarkan                       : Emping
  2. Sasaran Konsumen/Pembeli                   : Pasar, Swalayan, Toko makanan ringan
  3. Penetapan Harga Jual                           : Rp 15.000/bungkus

C. PRODUKSI/OPERASI                           
  1. Ketersediaan Bahan Baku                     : Membeli langsung ke petani melinjo
  2. Fasilitas/Sarana Produksi                      : Perusahaan kami telah memiliki kendaraan
  sebagai alat untuk pemasaran produk kami.

D. KEUANGAN
1.      Total Pembiayaan Proyek                     :
2.      Modal Sendiri                                       :









BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman melinjo dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Dengan demikian, tanaman melinjo dapat tumbuh di pegunungan berhawa lembab, bisa juga didataran rendah yang relatif kering. Namun agar dapat berproduksi secara maksimal, melinjo sebaiknya ditanam di dataran rendah yang ketinggiannya tidak lebih dari 400 m dpl dan dengan curah hujan sekitar 3.000-5.000 mm/tahun merata sepanjang tahun.
Pohon melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun. Panen dilakukan dua kali
setahun.
Panen besar sekitar bulan Mei-Juli, sedangkan panen kecil sekitar bulan Oktober- Desember. Sedangkan pemungutan bunga dan daun muda dapat dilakukan kapan saja. Hasil melinjo per pohon untuk tanaman melinjo yang sudah dewasa bervariasi antara 15.000-20.000 biji. Menurut petani, tanaman melinjo umur 15 tahun hasil produksi buahnya mencapai 50 kg klatak (buah yang telah dikupas kulitnya) sekali panen, berarti produksi yang diperoleh klatak 100 kg/pohon/tahun.
Berbagai bagian dari pohon melinjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan.
Diantaranya, daun, biji melinjo dan kulit biji melinjo sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk sayur. Selain itu, bijinya juga dapat diolah menjadi emping. dalam mengolah biji melinjo menjadi emping  , sebaiknya biji melinjotidak disimpan terlalu lama sebelum diolah menjadi emping. Buah melinjo yang disimpan lebih dari tiga bulan tanpa fasilitas penyimpanan yang baik akan mempengaruhi kualitas emping yang dihasilkan.
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Proses
pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi, baik karena harga jual yang relatif tinggi maupun sebagai komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa. Sejauh ini, emping diekspor ke negara-negara tetangga di antaranya ke Singapura, Malaysia dan Brunei. Bahkan, pasar ekspor yang potensial menjangkau Jepang, Eropa dan Amerika.


A.        LATAR BELAKANG

            Emping Mlinjo adalah salah satu varian makanan tradisional Indonesia,yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Makanan kecil ini berbahan baku biji / buah mlinjo (Gnetum Gnemon) dengan kualitas terbaik yang diproses secara home industi. Meskipun diproduksi dalam skala rumahan, namun tetap mengedepankan aspek higienis dalam produksi, serta penerapan kualiti kontrol yang sangat ketat sehingga menghasilkan kualitas produk yang prima dengan rasa yang khas.
            Emping melinjo dapat dibagi menjadi beberapa jenis tergantung kualitas emping. Emping yang bermutu tinggi adalah emping yang sesuai dengan standar (SNI 01-3712-1995) yaitu
1.emping yang tipis sehingga kelihatan agak bening dengan
2. diameter seragam
3.kering sehingga dapat digoreng langsung.
Sampai sekarang, pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih. Emping ini masih harus dipipihkan secara manual oleh pengrajin emping yang telah berpengalaman. oleh karena pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih kami memproduksi emping berkualitas super dengan bantuan masyarakat desa limpung dan sekitarnya yang pada umumnya ibu rumah tangga.









BAB II
GAMBARAN UMUM


A.     NAMA USAHA
Usaha yang akan dikembangkan diberi nama “Emping Rasa” dengan badan usaha berbentuk CV yang didaftarkan ke notaris sehingga memiliki badan hukum yang tetap.


B.     RENCANA LOKASI USAHA
Rencana lokasi operasional usaha akan ditempatkan di daerah yang memenuhi syarat sebagai berikut :
·        Lokasi dekat dengan kawasan tempat – tempat wisata.
·        Lokasi berada di pusat keramaian, misalnya di pasar dan perkantoran.
·        Lokasi berada ditengah kawasan ramai penduduk.

C.     TARGET PELANGGAN
Target pelanggan usaha ini adalah : semua masyarakat pada umumnya yang ingin membawakan oleh-oleh buat keluarga atau rekan kerja/teman.

D.     JENIS USAHA
Jenis usaha yang direncanakan sesuai dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki adalah :
1.      Tempat usaha seperti toko makanan
Target kami adalah setiap bulan menambah cabang usaha baru, walau tidak menutup kemungkinan pada bulan yang sama didirikan beberapa cabang  usaha sekaligus.


E.      KEUNGGULAN KAMI
            Kami memiliki keunggulan antara lain :
·        Semua bahan baku kami dapatkan dari petani melinjo langsung sehingga biaya produksi dapat kami tekan seminim mungkin kemudian emping yang kami produksi merupakan emping berkualitas super dan tidak memakai bahan pengawet.


F.      MODAL & KEUNTUNGAN
Modal yang kami butuhkan untuk mendirikan usaha ini plus biaya operasional selama satu bulan pertama adalah 15.000.000 dengan perkiraan laba bersih minimal Rp6.000 per buannya. Sehingga usaha diperkirakan akan BEP pada bulan ke 10 ( dengan asumsi satu bulan pertama  balum mendapatkan keuntungan maksimal.
Sedangkan modal untuk usaha selain warnet adalah mengambil dari beberapa sumber antara lain :
1.      penambahan modal oleh pemodal
2.      keuntungan bulanan pemodal, bila pemodal ingin menambah investasi
3.      keuntungan bulanan pengelola, bila pengelola ingin ikut menanam saham
4.      dari pemodal lain yang ingin ikut andil menanamkan saham
5.      dari dana penyusutan barang yang ternyata tidak terpakai.

G.     STRATEGI PROMOSI
Strategi yang akan kami jalankan pada usaha ini antara lain :
1.      Bekerja sama dengan pihak tempat-tempat wisata, mini market, toko makanan ringan, pasar dsb dalam memperkenalkan produk kami.
2.      Kami akan menjalankan kembali organisasi yang bergerak di bidang Tata boga serta UKM yang akan menghimpun mahasiswa dan masyarakat secara umum. Dengan strategi ini, kami menargetkan bisa mendapatkan tenaga freelancer untuk mempromosikan usaha ini.

H.     ANALISIS SWOT
Strenght :
Ø  telah berpengalaman dalam mendirikan UKM.
Ø  Mengetahui seluk beluk pasar dan konsumen
Ø  Memahami manfaat dari melinjo
Ø  Memiliki strategi system pemasaran dan publikasi yang terstruktur terhadap konsumen
Ø  Mampu menyediakan produk dasar yang baik.
Ø  Mampu menyediakan usaha-usaha lain dalam UKM ini, seperti makanan ringan lainnya.
Weakness :
Ø  Tidak mempunyai tempat sendiri untuk usaha.
Opportunity :
Ø  Harga produk usaha emping lainnya lebih mahal
Ø  Lokasi adalah tempat wisata, pasar, mini market serta toko makanan ringan lainnya.
Ø  Konsumen pelajar dan yang belum terjamah sebagai target konsumen potensial
Threat :
Ø  Tempat wisata hanya ramai pada saat liburan dan hari-hari tertentu saja
Ø  Telah banyak usaha serupa sekitar lokasi.





BAB III
PENJELASAN

a.         Tips menghasilkan emping kwalitas super
Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik, maka diperlukan kontrol mutu mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk akhir. Berikut penjelasan kontrol mutu yang dilakukan pada masing-masing tahap:
1. Kontrol Mutu Pada Bahan Baku
Kontrol mutu yang dilakukan pada bahan baku yaitu pada pemilihan bahan baku dan cara
penyimpanan bahan baku. Pada pemilihan biji melinjo, bila masih ada kulit luarnya, maka biji melinjo dipisah-pisahkan berdasarkan warnanya, yaitu ada yang berwarna hijau, kuning, dan merah. Biji melinjo yang berwarna merah merupakan bahan baku pembuatan emping yang terbaik. Sementara yang berwarna hijau dan kuning biasanya digunakan untuk sayur. Sedangkan untuk penyimpanan bahan baku dibutuhkan tempat dengan sirkulasi udara yang lancar. Biji melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya, sebelum digunakan untuk produksi sebaiknya disimpan dahulu supaya kering. Penyimpanan bertujuan untuk memisahkan kulit ari dari daging biji melinjo.
Standar Penyimpanan Bahan Baku yang Baik: Agar biji melinjo dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, caranya yaitu : biji melinjo disimpan di dalam suatu ruangan yang dilengkapi dengan pendingin atau blower. Hal ini berguna untuk :
a. Mencegah kutu/hama pada biji melinjo.
b. Agar biji melinjo bisa lebih kering.
c. Menghilangkan debu.

2. Kontrol Mutu pada Tahap Produksi
Pada tahap produksi, kontrol mutu yang dilakukan adalah sbb:
a. Proses pengempingan, secara fisik dapat ditenggarai dari keseragaman ukuran dan bentuk, kepipihan serta kejernihan emping.
b. Dalam proses pengeringan, ada 2 tahap pengeringan.
Tahap pertama, pengeringan bertujuan untuk memperoh emping yang utuh dan jernih
(kering produksi). Pada tahap ini, lama waktu pengeringan di bawah sinar matahari
selama kurang lebih 15 menit, kemudian segera diangkat. Karena kalau terlalu lama,
maka emping akan keriting/tidak rata dan warnanya akan cepat menjadi kuning.. Tahap kedua, pengeringan bertujuan untuk penyimpanan/kering simpan. Pada tahap ini, emping diangin-anginkan sampai benar-benar kering. Karena kalau tidak benar-benar kering, maka emping akan cepat berjamur dan bentuk emping bisa berubah.

3. Kontrol Mutu pada Produk Akhir
Kontrol mutu pada produk akhir dilakukan antara lain:
i. Memisahkan emping yang utuh dari yang pecah/hancur
ii. Memisahkan emping yang tipis/pipih dari yang tebal
iii. Memisahkan emping yang ada bintik hitamnya/keruh.
iv. Pengemasan dilakukan dalam plastik yang berkualitas baik, tertutup rapat dan rapi.
v. Produk yang sudah dikemas kemudian disimpat di tempat yang sejuk dan kering dengan memperhatikan tinggi dan berat tumpukan agar produk tidak rusak/pecah.

b.         Proses pembuatan
            proses pembuatan emping melinjo
ssekema pembuatan
pembuataatan emping melinjo memerlukan keabaran untuk memperoleh hasil yang berkualitas Tenaga kerja produksi, yang sering disebut pengrajin, umumnya adalah perempuan, yang biasanya berumur paruh baya (ibu-ibu). Tidak ada kualifikasi khusus yang diperlukan dalam industri emping. Keahlian membuat emping biasanya didapatkan dari turun-temurun. Bagi pengrajin emping, pekerjaan membuat emping merupakan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utamanya yaitu bertani. Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik diperlukan bahan baku yang berkualitas. Biji melinjo yang berkualitas baik adalah biji melinjo yang sudah tua, yang secara fisik dapat diketahui dari kulit luar yang berwarna merah dan relatif segar (tidak disimpan terlalu lama).
sekema pembuatanya secara garis besar dapat anda lihat seperti skema di samping
cara pembuatan emping melinjo
11. buah melinjo di bersihkan dari daun dan buah yang sudah matang Tahap pertama dalam pembuatan emping yaitu pengupasan kulit luar biji melinjo. Kulit luar biji melinjo dikupas dengan menggunakan pisau. Kulit luar biji melinjo ini dapat digunakan untuk sayuran.
22. di sangrai dengan pasir dan di aduk aduk sampai warna kulit luarnya menjadi kecoklatan Biji melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya dan sudah dikeringkan selama beberapa waktu seperti yang telah disebutkan di atas, kemudian disangrai. Prosesnya yaitu: pertamatama, wajan yang telah diisi pasir dipanaskan di atas tungku hingga panas pasirnya merata. Jika pasirnya sudah panas, biji melinjo dimasukkan dan diaduk-aduk bersama pasir hingga panasnya merata. Agar menghasilkan emping yang berkualitas bagus (rasanya gurih dan warna empingnya bening) maka selama proses penyangraian, waktunya tidak boleh terlalu cepat ataupun terlalu lama. Apabila terlalu lama, maka biji melinjo akan hangus dan ini akan membuat rasa emping menjadi kurang enak/pahit serta warnanya kuning gelap/gosong. Sedangkan apabila terlalu cepat, biji melinjo kurang matang, hal ini akan mengakibatkan kulit keras (cangkang) biji melinjo sulit untuk dilepaskan (dipecahkan) selain itu warna emping yang dihasilkan akan berwarna putih keruh. Waktu yang ideal untuk proses penyangraian ini biasanya ± 2 menit.
pembuatan emping 43.setelah wara kecoklatan lalu di pukul dengan batu atau alu.hingga kulit yang kerass terpecah biji melinjo yang telah bersih di pukul pukul hingga tipis Emping yang sudah ditata di atas rigen kemudian dikeringkan. Proses pengeringan
dilakukan dengan bantuan sinar matahari Biji melinjo yang sudah terkelupas cangkangnya langsung dipipihkan dengan cara menggetok/memukul biji melinjo tersebut hingga rata dengan menggunakan martil baja sebanyak 2-3 kali getok.
Emping yang bagus adalah emping yang permukaannya tipis dan tidak cepat. Jadi semakin tipis emping tersebut, maka akan semakin bagus. Apabila ingin membuat emping ukuran yang lebih besar, maka caranya dengan meletakkan secara berdekatan biji melinjo pertama dengan biji melinjo berikutnya. Semakin besar ukuran yang diharapkan, makin banyak biji melinjo yang dibutuhkan.
gambar disamping adalah proses pemecahan dan pemipihan emping
di jemur4.proses selanjutnya adalah emping di jemur  sehingga kandungan air dalam emping berkurang Emping yang telah diangkat dari umpak, kemudian diletakkan di atas anyaman bambu/rigen. Peletakan emping tersebut tidak boleh sembarangan, harus diatur sedemikian rupa agar tidak saling bertumpuk (tidak tumpang tindih). Karena apabila saling bertumpukan, maka akan sulit untuk mengangkatnya (apabila diangkat, empingnya akan hancur).
5. Tahap Sortasi Penyotiran bertujuan untuk memisahkan emping sesuai dengan kualitas. Kualitas fisik dinilai dari keutuhan bentuk, kejernihan, kepipihan dan bau.
Emping yang telah benar-benar kering, kemudian disortir dahulu. Penyortiran emping
tersebut dilakukan dengan cara:
a. Memisahkan emping yang utuh dari yang pecah
b. Memisahkan emping yang ada bintik-bintik hitamnya.
c. Memisahkan emping yang tebal dari yang tipis
d. Memisahkan emping yang berasal dari biji melinjo yang masih muda. Ciri-ciri emping
    yang berasal dari biji melinjo yang masih muda yaitu warna empingnya kurang bening
   dan ada kerutan-kerutannya.
6.Tahap Pengemasan Setelah emping-emping tersebut disortir berdasarkan kualitas lalau dilakukan pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik dan atau karton. Kemasan plastik biasanya sudah diberi label untuk yang akan dijual satuan. Emping dimasukkan ke kantong plastik dan ditimbang berat bersihnya (netto). Setelah itu barulah dipress dengan menggunakan mesin press. Ukuran kemasan kami mengunakan 0,5 kg dan 1 kg. Sementara untuk kemasan plasti yang dijual curah, biasanya dalam ukuran 5kg, 10 kg atau 15 kg. Emping-emping yang sudah dikemas tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering. Kemasan karton digunakan untuk pengiriman produk ke tempat yang relatif jauh dan dalam jumlah besar/curah. Pemakaian kemasan karton bertujuan agar produk sampai di tempat tujuan dalam kondisi utuh dan baik

 

c.         alat alat yang dibutuhkan dalam pembuatan emping

Peralatan yang digunakan untuk memproduksi emping melinjo masih sederhana, mudah diperoleh, dan relatif murah harganya. untuk melihat produk emping Alat-alat yang diperlukan antara lain:
1. Batu landasan atau yang biasa disebut umpak
Umpak digunakan sebagai tempat/alas untuk memipihkan biji melinjo. Umpak biasanya
memiliki permukaan yang rata dan licin serta terbuat dari kayu seperti kayu mahoni dan kayu sawo, tetapi ada juga umpak yang terbuat dari batu.. Umur ekonomis umpak biasanya berkisar antara 7-8 tahun. Satu buah umpak harganya berkisar antara ±Rp 30.000 – Rp 40.000. Sedangkan umpak dari baru harganya relatif lebih mahal yaitu mencapai ±Rp150.000,- dengan umur ekonomis > 15 tahun.

2. Palu / martil
Martil digunakan untuk memecahkan cangkang/kulit keras serta memipihkan biji melinjo yang sudah disangrai. Martil tersebut terbuat dari besi baja. Ukuran berat martil bermacam-macam, mulai dari 1 kg, 1,5 kg, dan 2 kg bahkan ada yang sampai 3 kg. Semakin berat martil akan semakin bagus emping yang dihasilkan. Ini karena berat martil menentukan kekuatan pemipihan biji melinjo. Proses pemipihan yang baik adalah dengan cara memukulkan martil pada biji melinjo 2-3 kali. Pemukulan yang berkali-kali justru akan membuat emping pecah/hancur. Sedangkan pemukulan yang lemah akan menghasilkan emping tebal. Martil yang terbuat dari besi baja tersebut mempunyai umur ekonomis yang cukup lama yaitu > 20 tahun. Satu buah martil baja harganya ±Rp 40.000,-.



3. Sosok / kape
Serok atau yang biasa disebut kape ini terbuat dari seng. Untuk memindahkan biji melinjo yang sudah dipipihkan di atas umpak ke anyaman bambu/rigen, maka digunakan serok/kape. Satu buah serok/kape tersebut harganya ±Rp 5.000 dan mempunyai umur ekonomis sekitar ±1 tahun.

4. Wajan
Wajan digunakan untuk menyangrai biji melinjo. Wajan tersebut terbuat dari tanah liat. Harga 1 unit wajan berkisar antara Rp 15.000 – Rp 25.000 dan mempunyai umur ekonomis antara 6 bulan – 1 tahun.
5. Serok
Serok yang digunakan untuk mengaduk-aduk dan mengangkat biji melinjo yang disangrai di wajan biasanya terbuat dari stainless steel atau tempurung kelapa agar tidak karatan. Serok memiliki bagian bawah yang berlubang-lubang. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan antara pasir dan biji melinjo ketika diangkat dari wajan. Harga 1 unit serok berkisar antara Rp 5.000 – Rp 10.000 dengan umur ekonomis 6 bulan – 1 tahun.

6. Anyaman bambu (rigen)
Anyaman bambu/rigen yang digunakan untuk menjemur emping yang telah dipipihkan
biasanya berukuran 70cm x 80cm dan 60cm x 120cm. Harga satu unit anyaman bambu
tersebut berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000 dengan umur ekonomis rata-rata 6 bulan – 1 tahun.


7. Tungku
Tungku yang digunakan sebagai pemanas untuk menyangrai biji melinjo terbuat dari batu bata dengan P x L x T = 20 x 25 x15 cm serta mempunyai umur ekonomis > 25 tahun. Untuk membuat tungku tersebut biasanya tidak membutuhkan biaya, atau kalaupun membutuhkan biaya, paling-paling hanya diperlukan  ± Rp 2.000 untuk membuat satu unit tungku. Fungsi tungku ini dapat diganti oleh kompor baik dengan bahan bakar minyak tanah, briket batubara ataupun gas. Tetapi para pengrajin lebih menyukai menggunakan tungku batu bata karena panasnya lebih merata dan awet.

8. Mesin pengepres kemasan
Mesin pengepres kemasan ada beberapa jenis, dari yang sederhana sampai yang modern untuk mengemas secara masal. Di wilayah kami mesin pengepres kemasan yang umum digunakan, yaitu:
a. Alat pengepres yang menggunakan tangan. Harga 1 unitnya ±Rp350.000,- dengan     umur ekonomis ± 3 tahun.
b. Mesin pengepres semi otomatis yang biasanya disebut mesin sealer otomatis. Harga 1 unitnya ±Rp 12.000.000 dengan umur ekonomis ±5 tahun.








PERHITUNGAN MODAL

Modal awal keseluruhan                                                                                   Rp 15.000.000
1. peralatan dan alat-alat dapur                                     Rp   2.000.000
2. modal dagang                                                                       Rp 10.000.000
  • Melinjo ( 1 karung besar)                      Rp 500.000
  • Pasir (1 karung)                                    Rp 100.000
  • Buah (25 kg)                                        Rp 250.000
  • Cabe (25 kg)                                        Rp 375.000
  • Bumbu-bumbu (20 kg)             Rp 200.000
  • Gula (30 kg)                                         Rp 300.000
  • Garam (25 kg)                                      Rp 250.000
  • Transport                                             Rp 700.000
JUMLAH        
 Ringkasan Proyek

A. MANAJEMEN
  1. Nama Perusahaan                                 : EMPING RASA USAHA     
  2. Nama Pemilik/Pimpinan Perusahaan : Valinda   
  3. Bidang Usaha                                       : Makanan Ringan
  4. Jumlah Karyawan/Tenaga Kerja           : 15

B. PEMASARAN
  1. Produk yang Dipasarkan                       : Emping
  2. Sasaran Konsumen/Pembeli                   : Pasar, Swalayan, Toko makanan ringan
  3. Penetapan Harga Jual                           : Rp 15.000/bungkus

C. PRODUKSI/OPERASI                           
  1. Ketersediaan Bahan Baku                     : Membeli langsung ke petani melinjo
  2. Fasilitas/Sarana Produksi                      : Perusahaan kami telah memiliki kendaraan
  sebagai alat untuk pemasaran produk kami.

D. KEUANGAN
1.      Total Pembiayaan Proyek                     :
2.      Modal Sendiri                                       :









BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman melinjo dapat tumbuh pada ketinggian tempat 0-1.200 m dpl. Dengan demikian, tanaman melinjo dapat tumbuh di pegunungan berhawa lembab, bisa juga didataran rendah yang relatif kering. Namun agar dapat berproduksi secara maksimal, melinjo sebaiknya ditanam di dataran rendah yang ketinggiannya tidak lebih dari 400 m dpl dan dengan curah hujan sekitar 3.000-5.000 mm/tahun merata sepanjang tahun.
Pohon melinjo sudah dapat dipanen setelah berumur 5-6 tahun. Panen dilakukan dua kali
setahun.
Panen besar sekitar bulan Mei-Juli, sedangkan panen kecil sekitar bulan Oktober- Desember. Sedangkan pemungutan bunga dan daun muda dapat dilakukan kapan saja. Hasil melinjo per pohon untuk tanaman melinjo yang sudah dewasa bervariasi antara 15.000-20.000 biji. Menurut petani, tanaman melinjo umur 15 tahun hasil produksi buahnya mencapai 50 kg klatak (buah yang telah dikupas kulitnya) sekali panen, berarti produksi yang diperoleh klatak 100 kg/pohon/tahun.
Berbagai bagian dari pohon melinjo dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan.
Diantaranya, daun, biji melinjo dan kulit biji melinjo sering dimanfaatkan sebagai bahan untuk sayur. Selain itu, bijinya juga dapat diolah menjadi emping. dalam mengolah biji melinjo menjadi emping  , sebaiknya biji melinjotidak disimpan terlalu lama sebelum diolah menjadi emping. Buah melinjo yang disimpan lebih dari tiga bulan tanpa fasilitas penyimpanan yang baik akan mempengaruhi kualitas emping yang dihasilkan.
Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Proses
pembuatan emping tidak sulit dan dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki nilai tinggi, baik karena harga jual yang relatif tinggi maupun sebagai komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa. Sejauh ini, emping diekspor ke negara-negara tetangga di antaranya ke Singapura, Malaysia dan Brunei. Bahkan, pasar ekspor yang potensial menjangkau Jepang, Eropa dan Amerika.


A.        LATAR BELAKANG

            Emping Mlinjo adalah salah satu varian makanan tradisional Indonesia,yang sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas. Makanan kecil ini berbahan baku biji / buah mlinjo (Gnetum Gnemon) dengan kualitas terbaik yang diproses secara home industi. Meskipun diproduksi dalam skala rumahan, namun tetap mengedepankan aspek higienis dalam produksi, serta penerapan kualiti kontrol yang sangat ketat sehingga menghasilkan kualitas produk yang prima dengan rasa yang khas.
            Emping melinjo dapat dibagi menjadi beberapa jenis tergantung kualitas emping. Emping yang bermutu tinggi adalah emping yang sesuai dengan standar (SNI 01-3712-1995) yaitu
1.emping yang tipis sehingga kelihatan agak bening dengan
2. diameter seragam
3.kering sehingga dapat digoreng langsung.
Sampai sekarang, pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih. Emping ini masih harus dipipihkan secara manual oleh pengrajin emping yang telah berpengalaman. oleh karena pembuatan emping yang bermutu tinggi masih belum dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis pemipih kami memproduksi emping berkualitas super dengan bantuan masyarakat desa limpung dan sekitarnya yang pada umumnya ibu rumah tangga.









BAB II
GAMBARAN UMUM


A.     NAMA USAHA
Usaha yang akan dikembangkan diberi nama “Emping Rasa” dengan badan usaha berbentuk CV yang didaftarkan ke notaris sehingga memiliki badan hukum yang tetap.


B.     RENCANA LOKASI USAHA
Rencana lokasi operasional usaha akan ditempatkan di daerah yang memenuhi syarat sebagai berikut :
·        Lokasi dekat dengan kawasan tempat – tempat wisata.
·        Lokasi berada di pusat keramaian, misalnya di pasar dan perkantoran.
·        Lokasi berada ditengah kawasan ramai penduduk.

C.     TARGET PELANGGAN
Target pelanggan usaha ini adalah : semua masyarakat pada umumnya yang ingin membawakan oleh-oleh buat keluarga atau rekan kerja/teman.

D.     JENIS USAHA
Jenis usaha yang direncanakan sesuai dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki adalah :
1.      Tempat usaha seperti toko makanan
Target kami adalah setiap bulan menambah cabang usaha baru, walau tidak menutup kemungkinan pada bulan yang sama didirikan beberapa cabang  usaha sekaligus.


E.      KEUNGGULAN KAMI
            Kami memiliki keunggulan antara lain :
·        Semua bahan baku kami dapatkan dari petani melinjo langsung sehingga biaya produksi dapat kami tekan seminim mungkin kemudian emping yang kami produksi merupakan emping berkualitas super dan tidak memakai bahan pengawet.


F.      MODAL & KEUNTUNGAN
Modal yang kami butuhkan untuk mendirikan usaha ini plus biaya operasional selama satu bulan pertama adalah 15.000.000 dengan perkiraan laba bersih minimal Rp6.000 per buannya. Sehingga usaha diperkirakan akan BEP pada bulan ke 10 ( dengan asumsi satu bulan pertama  balum mendapatkan keuntungan maksimal.
Sedangkan modal untuk usaha selain warnet adalah mengambil dari beberapa sumber antara lain :
1.      penambahan modal oleh pemodal
2.      keuntungan bulanan pemodal, bila pemodal ingin menambah investasi
3.      keuntungan bulanan pengelola, bila pengelola ingin ikut menanam saham
4.      dari pemodal lain yang ingin ikut andil menanamkan saham
5.      dari dana penyusutan barang yang ternyata tidak terpakai.

G.     STRATEGI PROMOSI
Strategi yang akan kami jalankan pada usaha ini antara lain :
1.      Bekerja sama dengan pihak tempat-tempat wisata, mini market, toko makanan ringan, pasar dsb dalam memperkenalkan produk kami.
2.      Kami akan menjalankan kembali organisasi yang bergerak di bidang Tata boga serta UKM yang akan menghimpun mahasiswa dan masyarakat secara umum. Dengan strategi ini, kami menargetkan bisa mendapatkan tenaga freelancer untuk mempromosikan usaha ini.

H.     ANALISIS SWOT
Strenght :
Ø  telah berpengalaman dalam mendirikan UKM.
Ø  Mengetahui seluk beluk pasar dan konsumen
Ø  Memahami manfaat dari melinjo
Ø  Memiliki strategi system pemasaran dan publikasi yang terstruktur terhadap konsumen
Ø  Mampu menyediakan produk dasar yang baik.
Ø  Mampu menyediakan usaha-usaha lain dalam UKM ini, seperti makanan ringan lainnya.
Weakness :
Ø  Tidak mempunyai tempat sendiri untuk usaha.
Opportunity :
Ø  Harga produk usaha emping lainnya lebih mahal
Ø  Lokasi adalah tempat wisata, pasar, mini market serta toko makanan ringan lainnya.
Ø  Konsumen pelajar dan yang belum terjamah sebagai target konsumen potensial
Threat :
Ø  Tempat wisata hanya ramai pada saat liburan dan hari-hari tertentu saja
Ø  Telah banyak usaha serupa sekitar lokasi.





BAB III
PENJELASAN

a.         Tips menghasilkan emping kwalitas super
Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik, maka diperlukan kontrol mutu mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan produk akhir. Berikut penjelasan kontrol mutu yang dilakukan pada masing-masing tahap:
1. Kontrol Mutu Pada Bahan Baku
Kontrol mutu yang dilakukan pada bahan baku yaitu pada pemilihan bahan baku dan cara
penyimpanan bahan baku. Pada pemilihan biji melinjo, bila masih ada kulit luarnya, maka biji melinjo dipisah-pisahkan berdasarkan warnanya, yaitu ada yang berwarna hijau, kuning, dan merah. Biji melinjo yang berwarna merah merupakan bahan baku pembuatan emping yang terbaik. Sementara yang berwarna hijau dan kuning biasanya digunakan untuk sayur. Sedangkan untuk penyimpanan bahan baku dibutuhkan tempat dengan sirkulasi udara yang lancar. Biji melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya, sebelum digunakan untuk produksi sebaiknya disimpan dahulu supaya kering. Penyimpanan bertujuan untuk memisahkan kulit ari dari daging biji melinjo.
Standar Penyimpanan Bahan Baku yang Baik: Agar biji melinjo dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, caranya yaitu : biji melinjo disimpan di dalam suatu ruangan yang dilengkapi dengan pendingin atau blower. Hal ini berguna untuk :
a. Mencegah kutu/hama pada biji melinjo.
b. Agar biji melinjo bisa lebih kering.
c. Menghilangkan debu.

2. Kontrol Mutu pada Tahap Produksi
Pada tahap produksi, kontrol mutu yang dilakukan adalah sbb:
a. Proses pengempingan, secara fisik dapat ditenggarai dari keseragaman ukuran dan bentuk, kepipihan serta kejernihan emping.
b. Dalam proses pengeringan, ada 2 tahap pengeringan.
Tahap pertama, pengeringan bertujuan untuk memperoh emping yang utuh dan jernih
(kering produksi). Pada tahap ini, lama waktu pengeringan di bawah sinar matahari
selama kurang lebih 15 menit, kemudian segera diangkat. Karena kalau terlalu lama,
maka emping akan keriting/tidak rata dan warnanya akan cepat menjadi kuning.. Tahap kedua, pengeringan bertujuan untuk penyimpanan/kering simpan. Pada tahap ini, emping diangin-anginkan sampai benar-benar kering. Karena kalau tidak benar-benar kering, maka emping akan cepat berjamur dan bentuk emping bisa berubah.

3. Kontrol Mutu pada Produk Akhir
Kontrol mutu pada produk akhir dilakukan antara lain:
i. Memisahkan emping yang utuh dari yang pecah/hancur
ii. Memisahkan emping yang tipis/pipih dari yang tebal
iii. Memisahkan emping yang ada bintik hitamnya/keruh.
iv. Pengemasan dilakukan dalam plastik yang berkualitas baik, tertutup rapat dan rapi.
v. Produk yang sudah dikemas kemudian disimpat di tempat yang sejuk dan kering dengan memperhatikan tinggi dan berat tumpukan agar produk tidak rusak/pecah.

b.         Proses pembuatan
            proses pembuatan emping melinjo
ssekema pembuatan
pembuataatan emping melinjo memerlukan keabaran untuk memperoleh hasil yang berkualitas Tenaga kerja produksi, yang sering disebut pengrajin, umumnya adalah perempuan, yang biasanya berumur paruh baya (ibu-ibu). Tidak ada kualifikasi khusus yang diperlukan dalam industri emping. Keahlian membuat emping biasanya didapatkan dari turun-temurun. Bagi pengrajin emping, pekerjaan membuat emping merupakan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utamanya yaitu bertani. Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik diperlukan bahan baku yang berkualitas. Biji melinjo yang berkualitas baik adalah biji melinjo yang sudah tua, yang secara fisik dapat diketahui dari kulit luar yang berwarna merah dan relatif segar (tidak disimpan terlalu lama).
sekema pembuatanya secara garis besar dapat anda lihat seperti skema di samping
cara pembuatan emping melinjo
11. buah melinjo di bersihkan dari daun dan buah yang sudah matang Tahap pertama dalam pembuatan emping yaitu pengupasan kulit luar biji melinjo. Kulit luar biji melinjo dikupas dengan menggunakan pisau. Kulit luar biji melinjo ini dapat digunakan untuk sayuran.
22. di sangrai dengan pasir dan di aduk aduk sampai warna kulit luarnya menjadi kecoklatan Biji melinjo yang sudah dikupas kulit luarnya dan sudah dikeringkan selama beberapa waktu seperti yang telah disebutkan di atas, kemudian disangrai. Prosesnya yaitu: pertamatama, wajan yang telah diisi pasir dipanaskan di atas tungku hingga panas pasirnya merata. Jika pasirnya sudah panas, biji melinjo dimasukkan dan diaduk-aduk bersama pasir hingga panasnya merata. Agar menghasilkan emping yang berkualitas bagus (rasanya gurih dan warna empingnya bening) maka selama proses penyangraian, waktunya tidak boleh terlalu cepat ataupun terlalu lama. Apabila terlalu lama, maka biji melinjo akan hangus dan ini akan membuat rasa emping menjadi kurang enak/pahit serta warnanya kuning gelap/gosong. Sedangkan apabila terlalu cepat, biji melinjo kurang matang, hal ini akan mengakibatkan kulit keras (cangkang) biji melinjo sulit untuk dilepaskan (dipecahkan) selain itu warna emping yang dihasilkan akan berwarna putih keruh. Waktu yang ideal untuk proses penyangraian ini biasanya ± 2 menit.
pembuatan emping 43.setelah wara kecoklatan lalu di pukul dengan batu atau alu.hingga kulit yang kerass terpecah biji melinjo yang telah bersih di pukul pukul hingga tipis Emping yang sudah ditata di atas rigen kemudian dikeringkan. Proses pengeringan
dilakukan dengan bantuan sinar matahari Biji melinjo yang sudah terkelupas cangkangnya langsung dipipihkan dengan cara menggetok/memukul biji melinjo tersebut hingga rata dengan menggunakan martil baja sebanyak 2-3 kali getok.
Emping yang bagus adalah emping yang permukaannya tipis dan tidak cepat. Jadi semakin tipis emping tersebut, maka akan semakin bagus. Apabila ingin membuat emping ukuran yang lebih besar, maka caranya dengan meletakkan secara berdekatan biji melinjo pertama dengan biji melinjo berikutnya. Semakin besar ukuran yang diharapkan, makin banyak biji melinjo yang dibutuhkan.
gambar disamping adalah proses pemecahan dan pemipihan emping
di jemur4.proses selanjutnya adalah emping di jemur  sehingga kandungan air dalam emping berkurang Emping yang telah diangkat dari umpak, kemudian diletakkan di atas anyaman bambu/rigen. Peletakan emping tersebut tidak boleh sembarangan, harus diatur sedemikian rupa agar tidak saling bertumpuk (tidak tumpang tindih). Karena apabila saling bertumpukan, maka akan sulit untuk mengangkatnya (apabila diangkat, empingnya akan hancur).
5. Tahap Sortasi Penyotiran bertujuan untuk memisahkan emping sesuai dengan kualitas. Kualitas fisik dinilai dari keutuhan bentuk, kejernihan, kepipihan dan bau.
Emping yang telah benar-benar kering, kemudian disortir dahulu. Penyortiran emping
tersebut dilakukan dengan cara:
a. Memisahkan emping yang utuh dari yang pecah
b. Memisahkan emping yang ada bintik-bintik hitamnya.
c. Memisahkan emping yang tebal dari yang tipis
d. Memisahkan emping yang berasal dari biji melinjo yang masih muda. Ciri-ciri emping
    yang berasal dari biji melinjo yang masih muda yaitu warna empingnya kurang bening
   dan ada kerutan-kerutannya.
6.Tahap Pengemasan Setelah emping-emping tersebut disortir berdasarkan kualitas lalau dilakukan pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kemasan plastik dan atau karton. Kemasan plastik biasanya sudah diberi label untuk yang akan dijual satuan. Emping dimasukkan ke kantong plastik dan ditimbang berat bersihnya (netto). Setelah itu barulah dipress dengan menggunakan mesin press. Ukuran kemasan kami mengunakan 0,5 kg dan 1 kg. Sementara untuk kemasan plasti yang dijual curah, biasanya dalam ukuran 5kg, 10 kg atau 15 kg. Emping-emping yang sudah dikemas tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dan kering. Kemasan karton digunakan untuk pengiriman produk ke tempat yang relatif jauh dan dalam jumlah besar/curah. Pemakaian kemasan karton bertujuan agar produk sampai di tempat tujuan dalam kondisi utuh dan baik

 

c.         alat alat yang dibutuhkan dalam pembuatan emping

Peralatan yang digunakan untuk memproduksi emping melinjo masih sederhana, mudah diperoleh, dan relatif murah harganya. untuk melihat produk emping Alat-alat yang diperlukan antara lain:
1. Batu landasan atau yang biasa disebut umpak
Umpak digunakan sebagai tempat/alas untuk memipihkan biji melinjo. Umpak biasanya
memiliki permukaan yang rata dan licin serta terbuat dari kayu seperti kayu mahoni dan kayu sawo, tetapi ada juga umpak yang terbuat dari batu.. Umur ekonomis umpak biasanya berkisar antara 7-8 tahun. Satu buah umpak harganya berkisar antara ±Rp 30.000 – Rp 40.000. Sedangkan umpak dari baru harganya relatif lebih mahal yaitu mencapai ±Rp150.000,- dengan umur ekonomis > 15 tahun.

2. Palu / martil
Martil digunakan untuk memecahkan cangkang/kulit keras serta memipihkan biji melinjo yang sudah disangrai. Martil tersebut terbuat dari besi baja. Ukuran berat martil bermacam-macam, mulai dari 1 kg, 1,5 kg, dan 2 kg bahkan ada yang sampai 3 kg. Semakin berat martil akan semakin bagus emping yang dihasilkan. Ini karena berat martil menentukan kekuatan pemipihan biji melinjo. Proses pemipihan yang baik adalah dengan cara memukulkan martil pada biji melinjo 2-3 kali. Pemukulan yang berkali-kali justru akan membuat emping pecah/hancur. Sedangkan pemukulan yang lemah akan menghasilkan emping tebal. Martil yang terbuat dari besi baja tersebut mempunyai umur ekonomis yang cukup lama yaitu > 20 tahun. Satu buah martil baja harganya ±Rp 40.000,-.



3. Sosok / kape
Serok atau yang biasa disebut kape ini terbuat dari seng. Untuk memindahkan biji melinjo yang sudah dipipihkan di atas umpak ke anyaman bambu/rigen, maka digunakan serok/kape. Satu buah serok/kape tersebut harganya ±Rp 5.000 dan mempunyai umur ekonomis sekitar ±1 tahun.

4. Wajan
Wajan digunakan untuk menyangrai biji melinjo. Wajan tersebut terbuat dari tanah liat. Harga 1 unit wajan berkisar antara Rp 15.000 – Rp 25.000 dan mempunyai umur ekonomis antara 6 bulan – 1 tahun.
5. Serok
Serok yang digunakan untuk mengaduk-aduk dan mengangkat biji melinjo yang disangrai di wajan biasanya terbuat dari stainless steel atau tempurung kelapa agar tidak karatan. Serok memiliki bagian bawah yang berlubang-lubang. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan antara pasir dan biji melinjo ketika diangkat dari wajan. Harga 1 unit serok berkisar antara Rp 5.000 – Rp 10.000 dengan umur ekonomis 6 bulan – 1 tahun.

6. Anyaman bambu (rigen)
Anyaman bambu/rigen yang digunakan untuk menjemur emping yang telah dipipihkan
biasanya berukuran 70cm x 80cm dan 60cm x 120cm. Harga satu unit anyaman bambu
tersebut berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000 dengan umur ekonomis rata-rata 6 bulan – 1 tahun.


7. Tungku
Tungku yang digunakan sebagai pemanas untuk menyangrai biji melinjo terbuat dari batu bata dengan P x L x T = 20 x 25 x15 cm serta mempunyai umur ekonomis > 25 tahun. Untuk membuat tungku tersebut biasanya tidak membutuhkan biaya, atau kalaupun membutuhkan biaya, paling-paling hanya diperlukan  ± Rp 2.000 untuk membuat satu unit tungku. Fungsi tungku ini dapat diganti oleh kompor baik dengan bahan bakar minyak tanah, briket batubara ataupun gas. Tetapi para pengrajin lebih menyukai menggunakan tungku batu bata karena panasnya lebih merata dan awet.

8. Mesin pengepres kemasan
Mesin pengepres kemasan ada beberapa jenis, dari yang sederhana sampai yang modern untuk mengemas secara masal. Di wilayah kami mesin pengepres kemasan yang umum digunakan, yaitu:
a. Alat pengepres yang menggunakan tangan. Harga 1 unitnya ±Rp350.000,- dengan     umur ekonomis ± 3 tahun.
b. Mesin pengepres semi otomatis yang biasanya disebut mesin sealer otomatis. Harga 1 unitnya ±Rp 12.000.000 dengan umur ekonomis ±5 tahun.








PERHITUNGAN MODAL

Modal awal keseluruhan                                                                                   Rp 15.000.000
1. peralatan dan alat-alat dapur                                     Rp   2.000.000
2. modal dagang                                                                       Rp 10.000.000
  • Melinjo ( 1 karung besar)                      Rp 500.000
  • Pasir (1 karung)                                    Rp 100.000
  • Buah (25 kg)                                        Rp 250.000
  • Cabe (25 kg)                                        Rp 375.000
  • Bumbu-bumbu (20 kg)             Rp 200.000
  • Gula (30 kg)                                         Rp 300.000
  • Garam (25 kg)                                      Rp 250.000
  • Transport                                             Rp 700.000
JUMLAH        

3. Penyusutan
·        Perabotan


PENUTUP

Demikian proposal yang saya buat, semoga langkah ini dapat turut andil dalam meningkatkan taraf hidup petani Indonesia dan menambah lapangan pekerjaan dan memajukan perekonomian Indonesia
3. Penyusutan
·        Perabotan













PENUTUP

Demikian proposal yang saya buat, semoga langkah ini dapat turut andil dalam meningkatkan taraf hidup petani Indonesia dan menambah lapangan pekerjaan dan memajukan perekonomian Indonesia

Pantai Timur Pangandaran

Pantai Timur Pangandaran
Snorklling

Capoeira Brasil Indonesia

Capoeira Brasil Indonesia

Gabung Aja Di Kiri

Gabung Aja Di Kiri

Roda

Roda

Maculele Performance

Maculele Performance