CAPOEIRA, TRAVELLING, STUDY AND LOVE

My LIfe My Adventure

Saturday, August 27, 2011

Mahasiswa Dumai Kurang Perhatian PEMDA KOTA DUMAI

Nama saya Tengku Mahesa Khalid, mahasiswa universitas nasional jakarta (UNAS) jurusan Administrasi Negara angkatan 08 yg sekarang sedang memasuki semester 7. Bercerita mengenai pengalaman saya ketika masuk universitas, ya, bisa di bilang seorang anak rantau yang polos, yang hanya di bekali pendidikan SMA dan DOA orang tua untuk melanjutkan pendidikan di universitas.

          Semasa tamat dari SMA YPP-7 dumai (y-cup), teman-teman se angkatan saya banyak berkuliah, wlaupun ada yang berkerja juga. Ada yang kuliah di bandung, jogja, PKU, medan dan jakarta. Hari demi hari berlalu dengan kesibukan kampus, saya mulai merasa rindu dengan teman-teman saya di dumai.. padahal kebanyakan dari mereka sudah kuliah ke luar dari dumai. Tentunya berbeda lingkungan tempat kuliah saya dengan lingkungan tempat teman2 saya dumai.

        Kemudian saya mulai mencari lewat jejaring sosial keberdaan teman-teman saya yang kuliah di jakarta. Alhasil ketemu 2 orang, yang satu di jakarta dan satu lagi datang dari bandung dan alhamdulillah kami bertemu dijakarta. cerita punya cerita saya mulai berpikir,, “ALANGKAH SERUNYA KALAU KITA ANAK DUMAI BISA SERING BERJUMPA..”  hari demi hari berlalu setelah pertemuan itu, mulai lagi terfikir di benak saya. “sepertinya banyak anak-anak dumai yang kuliah di Jakarta.

          Setiap liburan semester saya pulang ketemu dengan teman-teman yang juga sedang liburan, setelah ngobrol ternyata meman banyak mahasiswa anak dumai yang kuliah di Jakarta. Saya sempat dengar dari teman saya anak riau yang satu kampus dengan saya yaitu ada anak dari kabupaten pelalawan yang berkuliah di jakarta sama dengan saya. suatu hari dia membawa saya ke tempat tinggalnya dijkarta. Ternyata mereka punya rumah yang cukup besar yang di berikan PEMDA mereka untuk tempat tinggal mereka selama kuliah dijakarta. di dalamnya semua nya anak-anak kab pelelawan. Saya terkejut.. “ wah,, pelelawan hebat,, pastinya seru dan asik bisa satu rumah dengan teman satu daerah di tempat orang (jakarat) artinya kita sesama anak rantau berkuliah dijakarta dan satu rumah dengn teman-teman satu daerah. Pastinya hubungan emosional yang kuat akan terbangun dan menjadi motivasi kita bisa saling berbagi sesama anak rantau yang jauh dari keluarga, dengan begitu seperti menjadi sebuah keluarga.

          Saya berpikir,, “ apakah PEMDA dumai punya yang seperti ini ya, dengar-dengar sempat ada rumah untuk mahasiswa dumai di jakarta, tapi sampai sekarang tidak ada kabar beritanya. Melihat hal tersebut saya sangat ingin mempersatukan anak dumai di jakarta dalam suatu wadah organisasi,, seperti mahasiswa kab pelelawan itu. Mereka pnya rumah/mess dengan fasilitas di dalamnya.

          Akhirnya saya berjumpa dengan junior satu jurusan di kampus say yang juga anak dumai, walupun awalnya kita tidak saling kenal, itu pun kita ketemu di dumai tidak sengaja ketika lagi ngumpul d rumah teman, kebetulan saya memakai kaos yang ada bertulisan UNAS dan akhirnya kita kenal, seiring berjalanya waktu cerita pnya cerita  ternyata ia jaga punya pemikiran untuk mempersatukan anak dumai yang kuliah di jakarta. Kita tukar pikiran, adu argument, menyamakan persepsi untuk satu tujuan,, yaitu Mempersatukan Mahasiswa dumai yg berkuliah dijakrta.

         Selama 2 tahun belakangan ini saya mengamati  mahasiswa dumai yang sama-sama berkuliah di jakarta ini mereka hidup masing-masing, artinya mereka kurang memperdulikan mengenai kebersamaan sesama mahasiswa dumai. Mereka lebih memilih sendiri-sendiri. Berbeda dengan teman saya anak dari kab pelelawan tadi. Apakah pemerintah kota dumai PEMDA* tidak berperan di situ,,!! artinya mahasiswa dumai di luar sana khususnya jakarta butuh Perhatian dari ANDA. Para pejabat daerah kota dumai.. mahasiswa-mahasiswa itu bakal menjadi cikal bakal penerus anda yang tua-tua itu di Pemerintahan itu, yaitu untuk kemajuan kota dumai.

       MAHASISWA.. mereka itu ibarat anak anda* anak KOTA DUMAI yang berkelana menuntut ilmu di luar sana dengan bekal Doa kedua orang tua yang selalu berdoa anaknya berhasil dan selalu dalam keadaan sehat. Orang tua mana yang tidak ingin anak nya BERHASIL MENJADI ORANG SUKSES dan HEBAT nantinya..!!! pasti orang tua selalu memberikan yang terbaik ntuk anaknya, apapun caranya selagi ia mampu.

      Kabupaten lain di riau ini punya fasilitas untuk mahasiswanya. Tetapi KOTA dumai dengan APBD yg begitu besar, tidak bisa memfasilitasi anak-anak mereka yang berjuang menuntut ilmu diluar sana....!!! itu sungguh MELAMPAU

Bapak walikota yg terhormat,, saya hanya punya secuil harapan yaitu harapan atas kebijaksanaan ANDA*..
Ayo laaa,,, hanya itu yg bisa ANDA* lakukan..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Saya tau anda bisa melakukan lebih dari itu..Masa ANDA tidak bisa mengabulkan permintaan kecil dari anak bungsu ANDA ini.......!!!



Jakarta, 28 Agustus 2011





Thursday, August 25, 2011

“SUMPAH MAHASISWA INDONESIA”

KAMI MAHASISWA INDONESIA BERSUMPAH
BERTANAH AIR SATU, TANAH AIR TANPA PENINDASAN..

KAMI MAHASISWA INDONESIA BERSUMPAH
BERBANGSA SATU,BANGSA YANG GANDRUNG AKAN KEADILAN..

KAMI MAHASISWA INDONESIA BERSUMPAH
BERBAHASA SATU,BAHASA TANPA KEMUNAFIKAN...

Hidup mahasiswa
Hidup mahasiswa..
Hidup RAKYAT.....

HIMAJAN Observasi Pendidikan Lapangan (OPEL) 2011



Sebagai mahasiswa administrasi negara yang berkosentrasi kapada kebijakan publik dan nantinya akan berhadapan dengan masyarakkat, harus mengetahuin dan memahami sejak dini problema dalam birokrasi  yang terjadi di masyarakat khususnya masyarakat desa. Untuk itu perlu suatu pengamatan atau observasi pendidikan dan pelatihan lapangan sebagai analisis sosial agar membantu pemahaman mahasiswa administrasi negara dengan tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, pelatihan dan pengabdian masyarakat.

Demi merealisasikan TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI di lingkungan mahasiswa jurusan administrasi negara, untuk itu himajan fisip unas mengadakan sebuah kegiatan observasi pendidikan lapangan ( opel ) yang bertemakan “ BERSAMA HIMAJAN MEMBANGUN DESA”.

Pada Tanggal 24-27 maret 2011 mahasiswa Ilmu Administrasi negara yang tergabung dalam HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA (HIMAJAN) UNAS Melaksanakan Kegiatan OPEL tersebut. Disini para peserta opel dituntut untuk dapat merasakan seperti apa kehidupan masyarakat dipedesaan, tepatnya di Kampung Leuwisapi, Desa Lemah Duhur, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Para peserta yang berjumlah 28 oarang di bagi dalam kelompok yang satu kelompoknya terdiri dari 2 orang Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara UNAS. Dua orang tersebut di tempatkan di dalam 1 rumah warga Kampung Leuwisapi. Jadi Dengan 28 peserta tersebut akan menempati 14 rumah warga kampung tersebut.

Adapun Kegiatan Para Peserta di kampung leuwisapi tersebut, diantaranya yaitu ;
1.     Peserta OPEL tersebut Mengikuti semua kegiatan keluarga di rumah yang mereka tempati tersebut, layaknya mereka adalah bagian dari keluarga tersebut, baik kegiatan diluar maupun di dalam rumah. Peserta juga membantu orang tua angkatnya menjaga warung yang sebagai pendapatan penghasilan sehari-hari mereka.

2.    Para peserta tersebut juga mengikuti dan mengerjakan dari Memanen Matapencaharian sehari-hari warga tersebut berupa Sayur sayuran seperti KOL, BUNCIS, TOMAT, dan juga menanam DAUN BAWANG yang Lokasinya cukup jauh di atas Perbukitan kaki gunung Pangarango.

3.    Para Peserta bahkan juga ikut Bercocok tanam di sawah bersama orang tua angkat mereka dan membersihkan rerumputan di sawah.

4.    peserta ada juga yang ikut mengerjakan dan membantu orang tua angkatnya yang matapencahrian sebagai pencari pasir di kali.

5.    Bahkan Ada juga peserta yang ikut pekejaan sehari-hari orang tua angkatnya yang kerjanya mencari Kayu, dan rumput di hutan yang cukup jauh di dalam perbukitan untuk makanan ternak kambingnya.

6.    Para peserta dan masyarakat setempat juga bersama-sama merenovasi  MADRASAH dan MASJID. memperbaiki bangku ,meja madrasah serta fasilitas sederhana madrasah seperti poster-poster pendidikan sampai saluran air bersih dan sajdah untuk mesjid Dan di akhir kegiatan untuk lebih mempererat silaturahmi dengan masyarakat setempat, kita mengadakan PEMUTARAN FILM ANAK yang bertema Pendidikan. disini para perserta bersama masyarakat setempat, baik anak-anak maupun orang dewasa bersama-sama menyaksikan pemutaran film tersebut.

Namun kegitan-kegiatan yang diikuti para peserta tersebut Pastinya juga tidak lepas dari materi-materi pendidikan yang disampaikan oleh beberapa narasumber, diantaranya Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara UNAS Pak Budi Kusuma dan Wakil Dekan FISIP UNAS Pak Suhanto. Ucapan Terimakasih kami sampaikan atas dukungan dan motivasi beliau atas kegiatan ini.

Kegiatan ini Pastinya Mendapatkan Antusias dari Peserta yang Biasa Hidup di lingkungan Kehidupan yang Berbeda di Perkotaan. dan ini Menjadi Pengalaman yang Sangat Berharga Para Peserta Karena Serangkain Kegitan yang Mereka Alami Bersama Orang Tua Angkat Mereka Tersebut Tidak Akan Mereka Dapatkan Setelah Kembali Ke Perkotaan.


Permasalahan Birokrasi di Indonesia

Birokrasi di Indonesia memiliki posisi dan peran yang sangat strategis. Birokrasi menguasai banyak aspek dari hajat hidup masyarakat. Mulai dari urusan kelahiran, pernikahan, perizinan usaha sampai urusan kematian, masyarakat tidak bisa menghindar dari birorkasi. Ketergantungan masyarakat sendiri terhadap birokrasi juga masih sangat besar.
Ditinjau dari aspek kebudayaan, aparatur birokrasi memiliki status sosial yang tinggi di tengah masyarakat. Status sosial tersebut merupakan aset kekuasaan, karena orang cenderung mau tunduk pada orang lain yang memiliki status sosial lebih tinggi. Dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan, dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, birokrasi menguasai aspek-aspek yang sangat luas dan strategis. Birokrasi menguasai akses-akses sumber daya alam, anggaran, pegawai, proyek-proyek, serta menguasai akses pengetahuan dan informasi yang tidak dimiliki pihak lain.
Dengan posisi dan kemamampuan besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi dengan aparaturnya juga memiliki berbagai keahlian teknis yang tidak dimiliki oleh pihak-pihak non birokrasi, seperti dalam hal perencanaan pembangunan, pengelolaan infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan transportasi dan lain-lain.
Birokrasi di Indonesia juga memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dari gambaran di atas nyatalah, bahwa birokrasi di Indonesia memiliki peran yang cukup besar. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan.
Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.
Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
1.    Buruknya pelayanan publik
2.    Besarnya angka kebocoran anggaran negara
3.    Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS\
4.    Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi
5.    Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya.
6.    Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhan-sentuhan birokrasi
7.    Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.
Dalam survei Doing Business 2009 yang dibuat oleh International Finance Corporation (IFC) di 181 negara, Indonesia berada pada urutan 129. Survei yang dilakukan terhadap 10 indikator berusaha, yaitu: starting a businessdealing with construction permitsemploying workers,registering propertygetting credit, dan protecting investor.
Selain itu paying taxestrading across bordersenforcing contract serta closing a business. Dari kesepuluh indikator tersebut, Indonesia hanya mengalami kemudahan berusaha dalam halgetting credit, yakni kemudahan memperoleh kredit yang merupakan buah kerja Bank Indonesia yang mememberikan kemudahan dan informasi institusi keuangan, termasuk profil risiko peminjam.
Posisi Indonesia berada jauh di bawah Thailand yang menduduki peringkat 13, Malaysia di urutan 20, dan Vietnam posisi ke 92. Indonesia hanya sedikit di atas Kamboja dengan peringkat 135 dan Filipina dengan urutan 140. ASEAN perlu berbangga karena negeri jiran, Singapura, mempertahankan posisinya di peringkat pertama, disusul urutan berikutnya Selandia Baru, AS, Hong Kong, dan Denmark.
R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
  1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
  2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
Birokrasi sangatlah commanding dan sentralistik, sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman mondial kini dan masa depan, di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan.

Wednesday, August 24, 2011

4 Pilar Pembangunan (otonomi daerah)





Kebijakan pemberlakuan otonomi membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan yang dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung yang diselenggarakan sejak tahun 2005, membuat kepala daerah terpilih mendapat legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota DPRD.

Tentunya kepala daerah hasil pilkada langsung ini membuahkan harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang akan makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Kekuatan visi & kompetensi kepala daerah terpilih menjadi salah satu penentu, di samping faktor-faktor lain. Tantangan terberat bagi kepala daerah terpilih adalah melaksanakan visi, misi, dan janji-janji semasa kampanye, yang hampir semuanya pasti baik.
Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki dan disiapkan oleh seorang Kepala Daerah agar visi membangun dan mensejahterakan rakyatnya menjadi kenyataan. Empat hal itulah yang disebut dengan 4 Pilar Pembangunan. Disebut empat pilar pembangunan karena dengan 4 hal ini diharapkan seorang kepala daerah dapat menjalankan perannya dalam membangun daerahnya bisa optimal.



Pilar Pertama: Sumber Daya Manusia (SDM)


Mengapa SDM ? Karena pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu. SDM seperti apa yang diperlukan ? Yaitu SDM yang memiliki: moral yang baik (good morality), kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial (managerial skill), dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang kepala daerah perlu didukung oleh aparat yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan & fungsinya.


Moral yang baik menjadi prasyarat utama. Karena tanpa moral yang baik, semua kebijakan, sistem, program maupun kegiatan yang dirancang akan menjadi sia-sia. Tentunya kita menyaksikan terjadinya krisis moneter yang dimulai tahun 1997 lalu, kemudian krisis ekonomi, krisis kepemimpinan, dan masih terus berlanjut yang hingga sekarang masih dirasakan dampaknya. Sebab utama terjadinya krisis itu tidak lain adalah rendahnya moral sebagian pengambil kebijakan negeri ini.


Moral yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja. Saat ini tuntutan penerapan 3G (Good Government Governance) terus-menerus digaungkan oleh berbagai pihak. Penerapan prinsip-prinsip transparansi & akuntabilitas tanpa didukung oleh aparat yang bermoral baik, pada akhirnya hanya akan berhenti di tingkat wacana saja.



Oleh karena itu, sejak awal dilantik, seorang kepala daerah harus segera menyiapkan aparatnya dalam aspek moral ini. Termasuk menjadikan dirinya sebagai teladan bagi semua bawahannya.
Moral yang baik belumlah cukup, tapi juga harus diimbangi dengan kompetensi. Yaitu kemampuan di bidang kepemimpinan, manajerial, dan teknis. Untuk mencapai kompetensi yang diperlukan, tidak terlepas dari sistem kepegawaian yang diterapkan. Model manajemen SDM berbasis kompetensi nampaknya menjadi keniscayaan. Termasuk sistem kompensasi yang memadai harus menjadi perhatian.
Selain itu perlu didukung dengan perubahan paradigma, yaitu dari mental penguasa menjadi pelayan masyarakat. Termasuk budaya kerja yang proaktif & cepat tanggap terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat.



Pilar Kedua: Kebijakan
Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada berbagai stakeholder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah.


Kepala daerah antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya.


Hal ini sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 32 Tahun 2004, yang mengamanatkan kepala daerah untuk menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), yang menjabarkan visi & misinya selama lima tahun masa pemerintahannya. Sehingga dengan demikian arah pembangunan sejak dilantik hingga lima tahun ke depan sudah jelas.


Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah antara lain jika pemerintah dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar masyarakatnya, yaitu: pangan, sandang, papan (perumahan), pendidikan, dan kesehatan. Selain itu kepala daerah harus mampu melihat suatu permasalahan secara komprehensif dan integratif, jangan sampai terjebak hanya melihat secara sektoral dan parsial, ataupun keuntungan jangka pendek.


Jangan sampai seorang kepala daerah tidak tahu harus berbuat apa. Jika demikian, pemerintahan akan berjalan tak tentu arah. Sehingga pada akhirnya, rakyatlah yang harus menanggung akibatnya.

Pilar Ketiga: Sistem


Artinya pemerintahan harus berjalan berdasarkan sistem, bukan tergantung pada figur. Sangat penting bagi kepala daerah untuk membangun sistem pemerintahan yang kuat.



Beberapa sistem yang harus dibangun agar pemerintahan dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan aset daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan pemilihan rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan.
Sistem yang dimaksud di sini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika pemerintahan ingin berjalan lebih efisien dan efektif.


Penerapan sistem-sistem tersebut akan mendorong terjadinya 3G (Good Government Governance), yang pada akhirnya akan menghasilkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.


Pilar Keempat: Investasi


Tidaklah mungkin suatu pemerintahan daerah hanya mengandalkan dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Mengapa ? Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk pembangunan.


Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan laut, bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel. Sedangkan infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan dana APBD saja.
Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak mau pemerintah daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala daerah harus dapat menciptakan iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di daerahnya.


Setidaknya ada empat stakeholder yang harus diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang investasi, yaitu pihak investor, pemerintah daerah, masyarakat, danlingkungan. Investor tentunya berkepentingan agar dana yang dinvestasikannya menghasilkan profit yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan dalam berinvestasi. Pihak pemerintah daerah ingin agar pendapatan asli daerahnya (PAD) meningkat. Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap terjaga kelestariannya. Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya secara jangka panjang terjadi pengrusakan lingkungan.
Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan dan model investasi yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut.
Demikianlah empat pilar pembangunan yang dapat dijadikan bekal bagi kepala daerah dalam memimpin daerahnya. Selamat berjuang pak Gubernur, Bupati, dan Walikota ! Harapan rakyat ada di pundak anda.




By: Hertanto Widodo (www.hertantowidodo.com)

Wednesday, May 4, 2011

PENYELENGGARAAN KEWENANGGAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH


A. Pendahuluan
Sejak beberapa dekade yang lalu beberapa negara telah dan sedang melakukan desentralisasi, motivasi fenomena ini terutama disebabkan oleh alasan politik. Desentralisasi merupakan bagian yang teramat penting didalam proses demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan pusat atau terpusat yang cenderung otokratis berubah menjadi pemerintahan lokal yang dipilih langsung oleh masyarakat. Alasan lainnya atas maraknya proses desentralisasi adalah untuk memperbaiki mutu pelayanan kepada masyarakat oleh penyelenggara pemerintahan. Di dalam konteks ini titik berat desentralisasi adalah pelayanan bukan kekuasaan. Dengan kata lain desentralisasi adalah suatu upaya mendekatkan pemerintahan kepada rakyatnya (bringing the State closer to the people).

Seiring dengan telah terselesaikannya kendala kehidupan politik di Indonesia yang ditandai dengan telah terbentuknya penyelenggara pemerintahan yang baru hasil suatu proses yang cukup demokratis, maka harapan akan membaiknya perekonomian dan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara lainnya di Indonesia menjadi terbuka, dan semoga dalam tempo yang tidak terlalu lama harapan tersebut akan menjadi kenyataan. Selain itu juga semangat reformasi dan perubahan diberbagai bidang serta dorongan dan dampak dari proses demokratisasi telah menggugah pemerintah bersama dengan parlemen untuk melahirkan dua undang-undang yaitu UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut merupakan dasar bagi proses desentralisasi dan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab.

Tujuan utama dari desentralisasi dan otonomi daerah ini adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik dan kontrol masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Desentralisasi dan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil apabila pelayanan pemerintah kepada masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat menjadi lebih berperan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Desentralisasi kewenangan tersebut akan berakhir dengan semakin meningkatnya peranserta masyarakat dan berubahnya peran pemerintah dari provider menjadi fasilitator.

Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, mungkin merupakan satu-satunya kebijakan yang paling besar peluangnya untuk sukses. Ini didasarkan pada adanya suatu komitmen reformasi yang diterima secara nasional didukung perangkat hukum yang jelas dan komitmen awal yang sangat kuat, serta diterima secara luas oleh pemerintah daerah, partai politik, organisasi masyarakat dan kaum intelektual, bahkan pemuka agama.

Oleh karena itu, otonomi lebih menitik beratkan pada aspirasi daripada kondisi (Sarundajang:2002). Dari berbagai pemahaman tentang otonomi daerah tersebut, maka otonomi daerah menurut Sarundajang (2002) dapat disimpulkan sebagai :
1. Hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom;
2. Daerah tidak dapat menjalankan hak dan wewenang otonominya di luar batas wilayahnya;
3. Daerah tidak boleh mencampuri urusan rumah tangga daerah lain sesuai dengan wewenang pangkal dan urusan yang diserahkan kepadanya;
4. Otonomi tidak membawahi otonomi daerah lain.

Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
1. Dari segi politik adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional;
2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan;
3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;
4. Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah, antara lain menurut Kaho (2002), yaitu :
1. Manusia pelaksananya harus baik;
2. Keuangan harus cukup dan baik;
3. Peralatannya harus cukup dan baik;
4. Organisasi dan manajemennya harus baik.

Menurut Utomo (2005), untuk kesuksesan implementasi otonomi daerah maka perlu disusun strategi yang tepat dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Plan for planning untuk memperoleh negotiate agreement dari berbagai pihak atau komponen mulai Pusat sampai Daerah dalam rangka menyamakan persepsi tentang visi dan wujud otonomi atau desentralisasi;
2. Penekanan kesepahaman mengenai peran, fungsi masing-masing komponen (clarity of rule, purpose and direction) agar tidak terjadi saling intervensi;
3. Melengkapi infrastruktur yang berupa peraturan-peraturan ataupun ketentuan-ketentuan yang lebih teknis dan operasional untuk kelancaran jalannya penyelenggaraan otonomi

B. Pembagian Kewenangan Menurut UU No. 22 Tahun 1999
Agar desentralisasi dapat berjalan dengan baik maka sebagai langkah awal adalah pembagian kewenangan. Dengan pembagian ini akan jelas siapa melakukan apa, dan siapa membiayai apa. Pemisahan dan pemilahan ini akan berdampak pada tatanan kelembagaan dan akhirnya pada penyediaan dan penempatan pegawai. Pembagian kewenangan dari sudut pandang masyarakat dapat ditentukan dengan siapa yang akan menerima manfaat dan siapa yang akan menanggung beban atau resiko atau dampak. Sebagai contoh penyelenggaraan upaya pertahanan negara akan bermanfaat bagi seluruh bangsa dan harus didanai oleh seluruh bangsa secara nasional, oleh karenanya bidang pertahanan merupakan kewenangan pemerintahan nasional (pusat). Namun "lampu penerangan jalan" misalnya, hanya bermanfaat bagi penghuni kota atau permukiman tertentu dan dapat didanai oleh masyarakat setempat, karenanya hal ini mutlak kewenangan pemerintahan kota.

Secara garis besar UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas telah mengatur masalah pembagian kewenangan ini. Undang-undang menyuratkan bahwa kewenangan pemerintah di tingkat lokal akan bertambah dan mencakup kewenangan pada hampir seluruh bidang pemerintahan. Sementara itu kewenangan yang terdapat pada pemerintah pusat terbatas hanya pada kewenangan di bidang: (a) politik luar negeri; (b) pertahanan keamanan; (c) peradilan; (d) moneter dan fiskal; (e) agama; dan (f) kewenangan di bidang lain. Khusus mengenai kewenangan dan tanggung jawab di bidang lain yang masih dimiliki oleh pusat sebagaimana dijelaskan didalam pasal 7, UU No. 22 Tahun 1999 meliputi kewenangan: (a) perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro; (b) dana perimbangan keuangan; (c) sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara; (d) pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia; (e) pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis; (f) konservasi; dan (g) standarisasi nasional.

Di dalam UU No.22 Tahun 1999 secara tegas dinyatakan bahwa kewenangan daerah adalah: "Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1] Kewenangan ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan yang masih harus berada ditangan pusat. Lebih rinci lagi kewenangan daerah yang terdapat di dalam undang-undang adalah:
1. Mengelola  sumber  daya  nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab   
    memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan,[2]
2. Mengelola   wilayah   laut   sejauh   12 mil   dari  garis   pantai   kearah   laut  lepas dan     
    berwenang melakukan:
- Ekplorasi, ekploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah
   laut tersebut;
- Pengaturan kepentingan administratif;
- Pengaturan tata ruang;
- Penegakan hukum; dan
- Perbantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.

3. Melakukan  pengangkatan,  pemindahan,   pemberhentian,   penetapan   pensiun,   gaji,
    tunjangan,  dan kesejahteraan pegawai,  serta pendididkan  dan pelatihan sesuai dengan
    kebutuhan   dan   kemampuan   daerah   yang ditetapkan   dengan peraturan perundang-
    undangan.[3]
4. Membiayai pelaksanaan tugas pemerintah daerah dan DPRD.[4]
5. Melakukan   peminjaman   dari   sumber   dalam   negeri   dan  atau luar negeri  dengan
    persetujuan DPRD dan Pusat untuk pinjaman luar negeri.[5]
6. Menentukan tarif dan tata cara pemungutan retribusi dan pajak daerah.[6]
7. Membentuk dan memiliki Badan Usaha Milik Daerah.[7]
8. Menetapkan APBD.[8]
9. Melakukan   kerjasama  antar  daerah  atau  badan lain,  dan  dapat  membentuk  badan
    kerjasama baik dengan mitra di dalam maupun di luar negeri.[9]
10. Menetapkan pengelolaan Kawasan Perkotaan.[10]
11. Pemerintahan    kota/kabupaten    yang    wilayahnya    berbatasan    langsung     dapat
      membentuk lembaga bersama untuk mengelola kawasan perkotaan.[11]
12. Membentuk,   menghapus,   dan menggabungkan   desa   yang ada  di wilayahnya atas
      usul dan prakarsa masyarakat dan persetujuan DPRD.[12]
13. Mengatur penyelenggaraan pemerintahan desa.[13]
14. Membentuk Satuan Polisi Pamong Praja.[14]

Lebih jauh lagi Pasal 9 UU No. 22 Tahun 1999 mengatur kewenangan propinsi sebagai daerah otonom dan sebagai wilayah administrasi. Kewenangan tersebut meliputi:
1. Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta
    kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya,
2. Kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota.
3. Sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang
    dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat.

Selain kewenangan-kewenangan umum yang telah disebutkan di atas, bagi daerah kabupaten dan daerah kota diwajibkan menyelenggarakan kewenangan wajib sebagai berikut: (1) pekerjaan umum; (2) kesehatan; (3) pendidikan dan kebudayaan; (4) pertanian; (5) perhubungan; (6) industri dan perdagangan; (7) penanaman modal; (8) lingkungan hidup; (9) pertanahan; (10) koperasi; dan (11) tenaga kerja.
Untuk daerah kota di samping kewajiban di atas juga diwajibkan untuk menyediakan kebutuhan utilitas kota sesuai kondisi dan kebutuhan kota yang bersangkutan, utilitas kota ini antara lain: (1) pemadam kebakaran; (2) kebersihan; (3) pertamanan; dan (4) tata kota.[15]
Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota di atas berlaku juga di kawasan otorita yang terletak di daerahnya. Kawasan otorita yang dimaksud meliputi:[16] (1) badan
otorita; (2) kawasan pelabuhan; (3) kawasan bandar udara; (4) kawasan perumahan; (5) kawasan industri; (6) kawasan perkebunan; (7) kawasan pertambangan; (8) kawasan kehutanan; (9) kawasan pariwisata; (10) kawasan jalan bebas hambatan; (11) kawasan lain yang sejenis.

Selain itu, berbagai kewenangan yang dipunyainya daerah juga dapat ditugasi oleh pusat untuk membantu melaksanakan kewenangan yang seharusnya dilaksanakan oleh pusat (Tugas Pembantuan). Untuk penugasan ini undang-undang mensyaratkan harus disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya daerah wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkannya kepada pemerintah pusat.

Oleh karena itu, desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana dirumuskan dalam UU No. 22 Tahun 1999 secara eksplisit merupakan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai urusan penyelenggaraan pemerintahan di daerah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Karenanya pemerintah daerah harus menjadikan otonomi daerah dan desentralisasi sebagai modal awal bagi upaya peningkatan pelayanan masyarakat dan pembangunan daerah yang berorientasi untuk kepentingan daerah. Sehingga paradigma "pembangunan di daerah" akan berubah menjadi "pembangunan daerah", di daerah, oleh daerah, untuk kepentingan daerah.

Di masa depan hanya program pembangunan yang memiliki karakter kepentingan nasional (national interest) atau bersifat strategis nasional (national strategic) yang masih tetap akan dilakukan oleh pemerintah pusat guna memelihara kepentingan nasional dalam rangka negara kesatuan. Salah satu contoh dari upaya pusat di dalam kegiatan ini adalah pelaksanaan program pembangunan infrastruktur lintas wilayah dalam rangka meningkatkan arus sumber daya lintas wilayah, dan program-program di berbagai bidang dalam rangka pemerataan pembangunan antar wilayah, antar daerah, dan antar kelompok.

C. Hubungan Antara Pusat dengan Daerah dan Hubungan Antar Daerah
Pasal 4 ayat 1 dan 2, UU No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota tidak lagi mempunyai hubungan hierarki. Karenanya masing-masing daerah secara otonom mempunyai wewenang untuk: (1) merencanakan; (2) melaksanakan; dan (3) mengawasi pembangunan di daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah kabupaten/kota tidak lagi diatur dan tergantung kepada pemerintah daerah propinsi. Demikian pula halnya dengan pemerintah propinsi tidak diatur dan tergantung pada pemerintah pusat, kecuali untuk tugas-tugas tertentu yang dilaksanakan dalam rangka dekonsentrasi dan pembantuan.
Hubungan hierarki secara implisit sudah tidak ada lagi namun demikian hubungan fungsional dan koordinatif masih tetap diperlukan dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam alam desentralisasi yang demokratis yang diwujudkan dengan otonomi yang luas tersebut, "pengarahan" akan diganti oleh "konsultasi dan koordinasi yang mendalam dan meluas", sehingga menghasilkan konsensus yang positif dan produktif. Yang perlu dihindari adalah bahwa otonomi yang akan terjadi justru akan menghilangkan keduanya, pengarahan dan konsultasi sehingga menjadi anarkis bahkan menjauhkan kita dari tujuan otonomi dalam kerangka negara kesatuan yang kita cita-citakan melalui UU No. 22 Tahun 1999 tersebut. Mencegah hal ini, menjadi tugas dan tanggung jawab pembuat kebijakan dalam proses perencanaan untuk mengembangkannya.

Urusan-urusan dan wewenang yang sudah diserahkan kepada daerah kabupaten/kota kegiatannya tidak akan diusulkan ke pusat melalui propinsi. Kegiatan-kegiatan yang sudah menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota cukup dikoordinasikan di tingkat kabupaten/kota bagi kelurahan/desa dan kecamatan yang ada di wilayahnya. Sedangkan usulan kegiatan yang mencakup lintas kabupaten atau kota dan atau bersifat strategis propinsi cukup dibahas ditingkat propinsi. Usulan kegiatan yang mencakup lintas propinsi dan atau bersifat kepentingan nasional dapat diusulkan dan dibahas ditingkat nasional. Forum "Konasbang" di dalam masa transisi dan di masa depan diharapkan akan lebih sederhana, bersifat konsultasi dan koordinasi sebagai upaya pemadu serasian antara perencanaan makro dan perencanaan regional serta daerah.

 Usulan yang dibahaspun akan semakin sedikit jumlahnya. Pendanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, mekanisme dan dasar pengalokasiannyapun akan berubah sesuai dengan jiwa UU No. 25/1999. Dana transfer dari pusat yang berupa alokasi umum akan bersifat "block grant", yang besarannya untuk setiap daerah sudah tetap dan baku sesuai dengan formula yang saat ini sedang dirumuskan. Dengan demikian pada setiap akhir tahun anggaran yang berjalan daerah dapat memperkirakan berapa dana yang akan diterimanya dari pusat sebagai dana alokasi umum.

D. Kesimpulan
Berbicara masalah otonomi tidak lepas dari konsep desentralisasi, karena otonomi merupakan salah satu perwujudan dari desentralisasi. Antara desentralisasi dan otonomi daerah memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan keduanya dikemukakan oleh Ryaas Rasyid (1997), yaitu :

Dalam tataran konsep desentralisasi dan otonomi daerah sebenarnya memiliki tempatnya masing-masing. Istilah otonomi daerah lebih cenderung pada political aspect (aspek politik kekuasaan negara), sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administrative aspect (aspek administrasi negara). Namun demikian dilihat dari konteks sharing of power (berbagi kekuasaan), dalam prakteknya dilapangan; kedua istilah tersebut mempunyai karakteristik yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Artinya jika berbicara mengenai otonomi daerah, tentu akan menyangkut pernyataan seberapa besar wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai wewenang rumah tangga daerah.

Dengan akan segera diterbitkannya berbagai peraturan pelaksanaan atas UU No.22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, maka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dapat segera dilakukan. Namun demikian persiapan untuk pelaksanaan di daerah seyogyanya segera dimulai tanpa menunggu terbitnya peraturan tersebut. 
Desentralisasi dan perluasan otonomi daerah adalah suatu kesempatan yang baik bagi penyelenggara pemerintahan di daerah dalam menunjukan kinerjanya melayani masyarakat dan sekaligus juga merupakan tantangan bagi daerah untuk meningkatkan diri di dalam menghadapi pelaksanaannya. Sehingga melalui desentralisasi dan perluasan otonomi daerah akan dihasilkan suatu penyelenggraan pemerintahan di daerah yang bersifat melayani masyarakat, efisien, demokratis, aspiratif, responsif, terbuka dan bertanggung jawab.

Banyaknya kalangan menilai bahwa kebijakan otonomi daerah adalah merupakan peluang sekaligus tantangan bagi daerah untuk melaksanakan kewenangan atau urusan yang dilimpahkan pusat dengan dilandasi prinsip-prinsip good governance. Jadi ketika daerah mampu menangkap peluang tersebut, maka daerah tersebut akan lebih maju dan mandiri; sebaliknya daerah yang tidak mampu menangkap peluang, maka kebijakan otonomi daerah tidak akan memberikan perubahan yang berarti kepada daerah tersebut.


Referensi
Republik Indonesia,
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta 1999.
Republik Indonesia,
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta 1999.



[1] Pasal 1 huruf I, UU No 22/1999
[2] Pasal 10 ayat 1, UU No 22/1999
[3] Pasal 76, UU No. 22/1999
[4] Pasal 78, UU No. 22/1999
[5] Pasal 81, UU No. 22/1999
[6] Pasal 82, UU No. 22/1999
[7] Pasal 84, UU No. 22/1999
[8] Pasal 86, UU No. 22/1999
[9] Pasal 87 dan 88, UU No. 22/1999
[10] Pasal 91 UU No. 22/1999
[11] Pasal 91, UU No. 22/1999
[12] Pasal 93, UU No. 22/1999
[13] Pasal 111, UU No. 22/1999
[14] Pasal 120, UU No. 22/1999
[15] Penjelasan Pasal 11 ayat 2, UU No. 22/1999
[16] Pasal 119, UU No. 22/1999

Pantai Timur Pangandaran

Pantai Timur Pangandaran
Snorklling

Capoeira Brasil Indonesia

Capoeira Brasil Indonesia

Gabung Aja Di Kiri

Gabung Aja Di Kiri

Roda

Roda

Maculele Performance

Maculele Performance